Solidaritas Sosial pada Tradisi Budaya Keagamaan “Selikuran” di Desa Nyatnyono, Ungaran, Kabupaten Semarang
(Dokumentasi: Acara Selikuran) |
Sejarah
Singkat Desa Nyatnyono & Tokoh Ulama Sunan Hasan Munadi
Sejarah singkatnya adalah pada awalnya sebuah kerajaan Islam di Jawa yakni Kerajaan Demak yang dipimpin oleh pemimpin yang bijaksana serta mempunyai akhlak yang mulia yaitu Raden Fatah. Pada saat kepemimpinan Raden Fatah , hidup rakyatnya berada dalam kesejahteraan , kemakmuran dan ketentraman serta kerja sama yang harmonis antara ulama dan pemimpinnya. Sehingga kerajaan Demak mengalami kemajuan yang pesat. Keberhasilan yang dicapai oleh kerajaan Demak tersebut tidak luput dari berperannya seorang ulama Waliyulloh yang berpangkat menjadi Tumenggung. Waliyulloh Sunan Hasan Munadi, beliaulah yang memimpin tentara kerajaan Demak dalam melawan segala kejahatan, keangkuhan yang ingin menggoyahkan kerajaan. Beliau juga merupakan figure pemimpin yang berwibawa, pemberani, dan bijaksana.
Sunan Hasan Munadi mempunyai peran yang besar dalam memperjuangkan dakwah keislaman. Pada zaman islam dahulu kala, kultur budaya yang sangat kental adalah kultur budaya Hindhu-Budha sehingga mewarnai kehidupan masyarakatnya beserta kepercayaan Animisme dan Dinamismenya. Pada saat itulah Sunan Hasan Munadi bertekad menyampaikan ajaran-ajaran yang haq benar yang menuju keridhoan Allah.
Tradisi Budaya “Selikuran” di Desa Nyatnyono, Ungaran
Tradisi Keagamaan “Selikuran” di
Desa Nyatnyono, ini dilakukan dalam
rangka memperingati wafatnya Sunan Hasan Munadi
yaitu pada tahun 1591, peringatan
ini merupakan bentuk
penghargaan dari seluruh
penduduk Desa Nyatnyono
pada khususnya dan
pemeluk agama Islam
yang mengetahui, serta mempelajari sejarah penyebaran/syiar agama Islam
di tanah Jawa. Dengan adanya tradisi “Selikuran” ini masyarakat sekitar
meyakini bahwa inilah cara untuk
mengungkapkan rasa syukur
mereka kepada beliau sehingga dengan penuh hikmat, tulus
–ikhlas, warga desa melibatkan diri, menyumbangkan baik
pikiran, tenaga, waktu,
hingga uang demi kelancaran kegiatan tersebut. Kegiatan
yang dilaksanakan pada tradisi “Selikuran” ini dimulai dengan Tahlil di
makam Hasan Munadi Dan Hasan Dipuro, lalu kemudian sambutan panitia khaul, Orkes
rebana, serta ,Qiro'ah dari tokoh ulama lain yang diundang oleh panitia khaul.
Pelaksanaan tradisi “Selikuran” merupakan bentuk pelestarian kebudayaan daerah, dalam hal ini pada dasarnya setiap komunitas masyarakat memiliki budaya lokal (local wisdom),hal ini terdapat dalam masyarakat tradisional sekalipun terdapat suatu proses untuk menjadi pintar dan berpengetahuan (being smart and knowledgeable). Budaya lokal berisi berbagai macam kearifan lokal (pengetahuan lokal) yang digunakan oleh kelompok manusia menyelenggarakan penghidupannya. Budaya lokal tersebut bisa berupa hasil seni, tradisi, pola pikir, atau hukum adat.
Dampak budaya terlihat dari sistem nilai budaya dengan adanya tradisi ziarah dan upacara-upacara ritual keagaamaan yang memberikan corak dan nilai terhadap budaya masyarakat Desa Nyatnyono, yaitu religi yang dalam hal ini merupakan kepercayaan atau keyakinan yang bersifat turun-temurun dari nenek moyang yang masih menimbulkan sinkretisme yaitu perpaduan antara budaya lama (pra-Islam) dengan budaya Islam.
Dampak yang timbul terhadap kehidupan sosial masyarakat yaitu berkembangnya bidang Syi’ar keagamaan agama Islam dimana, terdapat keramaian masyarakat untuk berziarah ke makam tersebut dalam bentuk upacara-upacara ritual keagamaan seperti acara khaul, tahlil dan yasinan pada setiap malam Jum’at kliwon.
Solidaritas Sosial Masyarakat dengan adanya tradisi “Selikuran”
Selain itu, keberadaan makam tersebut juga memberikan sisi positif dalam hal kebersamaan. Solidaritas sosial juga terbentuk karena berkembangnya perkumpulan organisasi sosial dalam menciptakan masyarakat muslim yang religius karena adanya kegiatan-kegiatan keagamaan yang sering dilakukan dalam berbagai perkumpulan seperti kelompok-kelompok karang taruna, kelompok organisasi PKK desa dan kelompok-kelompok pengajian.
Dengan adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan ini kemudian membentuk budaya gotong royong pada diri masyarakat dalam menumbuhkan rasa yang sama untuk mempunyai kewajiban untuk turut menjaga kelestarian sejarah tersebut hingga bisa diwariskan kepada generasi mereka sebagai rasa syukur dan bangga atas adanya makam Sunan Hasan Munadi di Desa Nyatnyono.
Penulis : Selsa Ayu Faradita
Comments
Post a Comment