Skip to main content

Hiruk Pikuk Bantuan Pemerintah dalam Menciptakan UMKM yang Mandiri di Masa Pandemi Covid-19



Awalnya pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia telah melaporkan kasus positif Covid-19 sebanyak 2 kasus. Tidak terkira banyaknya masyarakat yang terdampak dengan adanya pandemi Covid-19 terutama dalam sektor ekonomi. Negara ini merupakan negara yang masih berkembang tidak khayal ketika pada awal kebijakan pemerintah dalam menangani wabah pandemi mengakibatkan masyarakat yang berada dibeberapa lokasi tertentu harus mengalami yang namanya lock down, physical distancing, work from home, sampai pada pembatasan sosial berskala besar atau yang kita kenal dengan PSBB.

Sehingga dengan adanya kebijakan ini masyarakat mendapatkan keterbatasan atas akses, gerak dan aktivitas yang biasa dilakukan. Siklus dan arus kas rumah tangga pun terdampak secara besar-besaran. Mungkin pada awalnya masyarakat masih aman-aman saja tapi ternyata pandemi ini tidak terlihat kapan akan berakhir di Indonesia. Jika diusut secara kasar masyarakat pada awalnya tidak terbiasa menerapkan adapatasi kebiasan baru (AKB) yang selalu disuarakan oleh pemerintah. Sehingga lampu hijau akan hilangnya pandemi Covid-19 di Indonesia menjadi abu-abu.

Pemerintah pastinya tidak tinggal diam melihat masyarakat yang semakin terpuruk dengan adanya pandemi Covid-19, segala upaya dalam bentuk bantuan sosial bermunculan untuk diberikan kepada masyarakat yang terdampak dari pandemi ini. Baik dari bantuan langsung tunai (BLT), paket semabako, RASKIN, bantuan untuk para pekerja, dan yang terbaru adalah bantuan uang tunai senilai Rp.2.400.000 untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Melalui bantuan ini pemerintah berharap agar nantinya UMKM bisa berkembang dan masih tetap produksi walaupun dimasa pandemi seperti sekarang ini. Justru hal baru yang kurang mengenakan muncul dengan adanya bantuan untuk UMKM ini, masyarakat awam justru tidak mengetahui sejauh mana orang-orang yang akan mendapatkan bantuan. Seperti kualifikasi yang harus dipenuhi masyarakat agar mendapatkan bantuan tersebut.

Dari beberapa cerita masyarakat yang ditemui oleh penulis sendiri (Di desa Ngalian, Kecamatan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah), mereka bisa menyimpulkan sendiri siapa saja yang akan mendapatkannya. Karena orang yang dimaksud sudah memiliki UMKM sebelumnya, namun beberapa pemilik UMKM lainnya tidak mendapatkan bantuan serupa. Masyarakat justru menganggap hal ini sebuah kejanggalan.

Kejelasan akan bantuan tersebut memang belum secara merata menyebar informasinya, bahkan yang mendapatkan bantuan tersebut merasa kebingungan ketika mendapatkan pesan singkat di gawainya sendiri, merasa pesan ini benar atau tidak. Untuk mengetahui informasi benar atau tidak mereka diminta untuk datang ke bank rakyat indonsia (BRI) terdekat.

Karena di masa pandemi seperti sekarang masyarakat lebih sensitif dengan informasi mengenai bantuan-bantuan dari pemerintah dan juga literasi di kalangan masyarakat masih minim adanya. Informasi melalui televisi belum bisa dicerna dan ditangkap oleh masyarakat desa dengan baik dan benar karena kesibukan dari pemenuhan untuk mencari pekerjaan lebih penting adanya ditambah lagi kepemilikan atas gawai yang bisa digunakan untuk mencari informasi juga masih tidak banyak dimiliki oleh masyarakat desa. 

Kedepannya memang pemerintah juga harus memikirkan bagaimana kejelasan informasi bisa menjangkau semua lini masa yang ada, terutama untuk masyarakat desa yang jauh akan penggunaan gawai yang canggih dalam keseharian hidupnya. Dan peran pemerintah desa juga harus selaras dengan pemerintah dalam penanganan informasi yang jelas untuk selanjutnya.


Penulis    : Dede Hafidz Al Faruq

Editor      : Amatul

Comments

Popular posts from this blog

Fenomena Bahasa Campur-Campur ala “Anak Jaksel”

Gambar 1.1. Contoh meme yang membahas karakteristik “anak Jaksel”. Belakangan ini media sosial seperti Twitter dan Instagram ramai menyinggung fenomena tentang bentuk komunikasi yang terkenal kerap menyisipkan bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia. Cara bicara tersebut dianggap sebagai gaya bahasa anak-anak yang tinggal di Jakarta Selatan atau biasa disebut “a nak Jaksel ” . Kata yang umum dipakai antara lain adalah which is (yang), literally (secara harfiah), at least (minimal), even (bahkan), dan lain-lain. Gaya bahasa tersebut pun makin populer karena banyak selebrit as , pegiat Twitter, pegiat Instagram, dan pegiat Youtube atau video bloger juga menggunakan gaya bahasa tersebut dalam konten-konten yang mereka buat, sehingga makin marak diperbincangkan di kalangan warganet , yakni seseorang yang aktif mengakses internet, khususnya media sosial dalam kesehariannya. Mengutip tulisan tirto.id berjudul Gaya Bahasa ala “ A nak Jaksel” di Kalangan Pejabat

Kecewa UKT Mahal, MABA FISIP Gelar Unjuk Rasa di Depan WR 3

      http://www.lpmreference.com Hari terakhir PBAK (Pengenalan Budaya Akademik Kemahasiswaan) menjadi momentum Mahasiswa baru (Maba) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) untuk unjuk rasa terkait mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Realisasi Program Ma'had tepat di depan Wakil Rektor 3, Minggu 6 Agustus 2023. Aksi yang bertempat di depan Land Mark Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang tersebut di latar belakangi atas ketidakkepuasan MABA FISIP tentang UKT yang begitu mahal, UKT yang tidak tepat sasaran dan Realisasi Program Ma'had yang masih jauh dari kata memuaskan untuk para MABA. Massa Aksi membentangkan spanduk yang bertuliskan "Tolak Komersialisasi Pendidikan, Tolong Kami", "Regulasi Ma'had ugal-ugalan pelan-pelan pak Rektor". Aksi yang berlangsung pada pukul 17.20 WIB, secara kebetulan tepat berada di depan Wakil Rektor 3 yaitu  Achmad Arief Budiman dan disaksikan oleh nya secara langsung. "Mari kita kawal bersama adek-adek

Kampus UIN Walisongo disebut Anti Kritik, Begini Tanggapan Mahasiswa Baru Sosiologi 2023

      http://www.lpmreference.com Kampus UIN Walisongo Semarang disebut anti kritik, hal ini diungkapkan  mahasiswa baru Sosiologi angkatan 2023. Baru-baru ini, pada pelaksanaan hari pertama PBAK terpantau ada spanduk yang terpasang di sekitar gedung FISIP UIN Walisongo Semarang diturunkan oleh pihak kampus. Spanduk tersebut berisi kritik terhadap kebijakan kampus seperti isu UKT, isu ma'had, komersialisasi pendidikan dan sebagainya.  "Bahwa pihak kampus telah membatasi ruang kebebasan ekspresi untuk mahasiswa menyuarakan suaranya." Padahal kampus seharusnya menjadi tempat pendidikan yang merdeka bagi para Mahasiswa, " ungkap Kia Mahasiswa Baru Sosiologi 2023.  Menurut Kia, bahwa adanya sebuah kritik justru akan membuat kampus menjadi lebih baik. Bukan malah dibungkam seperti itu.  Sementara itu, Gibran, Mahasiswa baru Sosiologi 2023 mengatakan bahwa isu ma'had merupakan hal yang paling krusial dan patut kita kawal bersama-sama. Namun tidak pernah  mendapatkan pe