Langsung ke konten utama

Kesenjangan Sosial di Indonesia: Roti Seharga Rp 400 Ribu dan Gaji Buruh yang di Bawah Standar

Belakangan ini, Indonesia kembali dikejutkan oleh berita yang menjadi sorotan di media sosial. Seorang selebriti terkenal mengunggah foto dirinya membeli roti dengan harga fantastis, yakni Rp 400 ribu per potong. Sementara itu, di sisi lain kehidupan, banyak buruh di berbagai sektor masih hidup dengan upah di bawah Rp 400 ribu per hari, bahkan ada yang menerima upah bulanan di bawah standar kelayakan.


Peristiwa ini dengan cepat memicu perdebatan tentang ketidaksetaraan ekonomi yang semakin mencolok di Indonesia. Bagi selebriti dan golongan elit ekonomi, Rp 400 ribu mungkin bukan jumlah yang besar untuk menghabiskan dalam satu kali makan. Namun, bagi sebagian besar buruh di Indonesia, angka tersebut adalah sesuatu yang luar biasa, mengingat banyak di antara mereka harus bekerja keras sebulan penuh hanya untuk mengumpulkan jumlah yang sama.

Contoh ini menunjukkan perbedaan tajam antara mereka yang hidup dengan kemewahan dan mereka yang harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan dasar. Ketimpangan ini bukan hanya mencerminkan perbedaan dalam hal pendapatan, tetapi juga akses terhadap kualitas hidup yang lebih baik, seperti pendidikan, kesehatan, dan rekreasi.

Data dari beberapa survei menunjukkan bahwa banyak buruh di Indonesia, terutama di sektor informal, menerima upah yang sangat rendah. Di beberapa daerah, gaji minimum yang ditetapkan oleh pemerintah masih dianggap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ironisnya, beberapa buruh harus menghidupi keluarga mereka dengan pendapatan yang bahkan tidak cukup untuk membeli barang-barang yang dianggap "biasa" oleh kelompok berpendapatan tinggi.

Sebagai contoh, dalam industri manufaktur atau sektor pertanian, banyak pekerja hanya menerima upah sekitar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per bulan. Ini berarti, jika dibandingkan dengan harga roti seharga Rp 400 ribu tersebut, gaji mereka tidak cukup untuk membeli barang-barang mewah semacam itu, apalagi memenuhi kebutuhan primer.

Kasus roti seharga Rp 400 ribu ini hanya salah satu contoh dari banyaknya kasus ketidakadilan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Perbedaan mencolok antara gaya hidup selebriti dan kenyataan hidup buruh mengingatkan kita pada tantangan besar yang masih harus dihadapi dalam mengatasi kesenjangan sosial di negeri ini.

Perubahan tidak akan terjadi dalam semalam, tetapi dengan komitmen yang kuat dari pemerintah, pelaku ekonomi, dan masyarakat, kesenjangan ini dapat dipersempit demi menciptakan kehidupan yang lebih adil dan setara bagi semua.

Penulis: Selli Syafrida

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menengok Kembali Sejarah Perkembangan Gawai Dari Abad 19 Sampai Sekarang

Sumber foto: https://www.ngerangkum.com Memasuki abad ke-20 kehidupan manusia mulai disibukkan dengan berbagai macam perubahan yang terjadi secara evolusioner. Perubahan-perubahan tersebut terlihat mencolok pada aspek teknologi. Berbagai pembaruan dan kecanggihan teknologi dihadirkan dalam kehidupan manusia. Perlahan namun pasti, hadirnya teknologi mengubah hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Era saat ini juga bisa disebut dengan era digital, era di mana  aktivitas manusia bergantung pada teknologi. Lalu bagaimana bisa aktivitas manusia bergantung pada teknologi? Bahkan bisa dikatakan manusia tidak bisa lepas dari hal tersebut. Simpel sekali, sebut saja yang paling dekat dengan kehidupan manusia setiap harinya, yaitu gawai. Gawai atau nama lain dari gadget yang kemudian karena kecanggihan dan kepintarannya kita biasa menyebutnya dengan smartphone . Dari waktu ke waktu gawai telah mengalami perkembangan teknologi yang cukup signifikan. Jika dulu gawai hanya sebatas peng...

Mic UKM-U KSMW Diduga Disabotase Pasca Ungkap Keburukan Birokrasi

LPM REFERENCE— Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas (UKM-U) Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo (KSMW) terjun ke Gedung Serba Guna di Kampus 3 UIN Walisongo Semarang untuk melakukan expo UKM-U (11/08/2024). KSMW menampilkan orasi yang disampaikan oleh Kamil di hadapan mahasiswa baru angkatan 2024. Dalam orasinya, Kamil mengungkapkan fakta-fakta terkait kondisi birokrasi kampus yang dinilainya buruk. "Kalian adalah sapi-sapi perah penghasil UKT," ujar Kamil dalam orasinya. Namun, sesaat setelah pernyataan tersebut, microphone yang digunakan Kamil tiba-tiba mati. Meskipun demikian, Kamil tetap melanjutkan orasinya dan kembali menjelaskan mengenai UKM-U KSMW. Ketika Kamil menyebut istilah "UIN Komersil," microphone yang digunakan kembali mati. Kejadian ini memunculkan kecurigaan di kalangan peserta, terutama karena sebelumnya UKM-U Kopma yang juga menyampaikan presentasi tidak mengalami kendala teknis apapun. Bahkan, ketika KSMW mencoba menggunakan tiga microphone yang b...

Wacana Pelantikan Ormawa Diundur, Intergritas Dema Fisip Dipertanyakan

  Reference – Pelantikan organisasi mahasiswa  (ORMAWA) Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik UIN Walisongo Semarang, mengalami pengunduran jadwal dari yang sebelumnya tanggal 14 menjadi 17 Februari. Semarang (13/02/2025).  Alasan dari pengunduran jadwal ini karena ketidakprofesionalan dari DEMA dalam mengurus hal ini. Panitia pelantikan  yang harusnya dibentuk jauh jauh hari, tapi kenyataannya baru dibentuk pada hari rabu tanggal 12 februari. Ketidaksiapan ini tentu menjadi perhatian khusus bagi seluruh ORMAWA Fisip. Mengingat DEMA FISIP menjabat sebagai posisi tertinggi dalam ranah ukm dan ORMAWA FISIP Ketua DEMA FISIP sendiri juga mengatakan bahwa ketidaksiapan ini terjadi karena wakilnya belum kembali ke Semarang dikarenakan masih magang. " Panitianya belum dibentuk untuk wakilnya sendiri juga gak ada karena belum ke Semarang." Ujarnya. Bukan hanya itu, wakil dekan III FISIP mengatakan pencarian tempat baru dilakukan pada tanggal 13 Februari dan hingga kini tangg...