Langsung ke konten utama

Program Kerja KKN : Formalitas saja atau Pengabdian Jangka Panjang (Sisi Gelap KKN 2)


Pendahuluan

Salah satu kritik utama terhadap Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah minimnya dampak jangka panjang yang dihasilkan oleh program ini. Meskipun KKN dirancang untuk membantu masyarakat desa dan memperkuat hubungan antara universitas dan komunitas, kenyataannya banyak program KKN yang hanya memberikan dampak sementara dan tidak berkelanjutan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas dan relevansi KKN sebagai sebuah bentuk pengabdian masyarakat, serta menyoroti perlunya perbaikan dalam perencanaan dan pelaksanaan program agar dampak yang dihasilkan dapat lebih bertahan lama. Berikut beberapa tantangan dan kendala dalam mewujudkan program kerja berjangka panjang dalam KKN di Desa:


1. Pendekatan yang Terlalu Berorientasi pada Proyek Singkat

Salah satu alasan utama mengapa KKN sering kali gagal memberikan dampak jangka panjang adalah karena pendekatan yang diambil terlalu berorientasi pada proyek singkat. Mahasiswa biasanya hanya memiliki waktu terbatas, sekitar satu hingga dua bulan, untuk merancang dan melaksanakan program KKN mereka. Dalam waktu yang sesingkat itu, mereka diharapkan untuk menghasilkan proyek yang dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat desa. Namun, karena keterbatasan waktu dan sumber daya, proyek-proyek ini sering kali berfokus pada hasil yang cepat dan mudah diukur, seperti pembangunan infrastruktur sederhana atau pelatihan singkat.

Sayangnya, pendekatan ini sering kali tidak mempertimbangkan kebutuhan jangka panjang masyarakat atau keberlanjutan proyek yang dilaksanakan. Misalnya, pembangunan infrastruktur seperti jembatan atau posyandu mungkin selesai dalam waktu KKN, tetapi pemeliharaan dan kelangsungannya setelah mahasiswa pergi sering kali tidak diperhatikan. Masyarakat desa mungkin tidak memiliki sumber daya atau keterampilan untuk menjaga atau memanfaatkan hasil proyek secara maksimal, yang menyebabkan infrastruktur tersebut cepat rusak atau tidak digunakan dengan efektif. 

Begitu pula dengan program pelatihan singkat, seperti pelatihan keterampilan atau penyuluhan kesehatan, yang sering kali tidak dilengkapi dengan tindak lanjut yang memadai. Tanpa pendampingan atau dukungan lanjutan, pengetahuan yang diberikan selama KKN bisa saja terlupakan atau tidak diimplementasikan secara konsisten oleh masyarakat, sehingga dampaknya menjadi minim.


2. Kurangnya Partisipasi dan Kepemilikan Masyarakat

Untuk menghasilkan dampak jangka panjang, partisipasi aktif dan kepemilikan masyarakat desa atas program KKN sangat penting. Namun, dalam praktiknya, banyak program KKN yang dirancang dan dilaksanakan dengan sedikit keterlibatan dari masyarakat lokal. Mahasiswa sering kali datang dengan rencana dan ide-ide yang sudah ditentukan sebelumnya, tanpa benar-benar memahami kebutuhan, aspirasi, atau konteks lokal. Akibatnya, program yang dilaksanakan sering kali tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat atau tidak sesuai dengan cara hidup dan budaya setempat.

Kurangnya partisipasi ini menyebabkan masyarakat merasa bahwa program KKN bukan milik mereka, melainkan sesuatu yang "diberikan" oleh orang luar. Ketika mahasiswa pergi, masyarakat mungkin tidak merasa berkewajiban untuk melanjutkan atau memelihara proyek yang telah dilaksanakan, karena mereka tidak merasa terlibat dalam proses perencanaan atau pelaksanaannya. Selain itu, kurangnya partisipasi juga dapat menyebabkan proyek-proyek yang dilaksanakan tidak benar-benar memecahkan masalah yang ada, karena tidak didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan dan potensi lokal.

Sebagai contoh, sebuah program yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian di desa mungkin tidak efektif jika tidak melibatkan petani lokal dalam perencanaannya. Tanpa masukan dari petani tentang jenis tanaman yang cocok dengan kondisi tanah dan iklim setempat, atau tentang tantangan yang mereka hadapi dalam pertanian sehari-hari, program tersebut mungkin menghasilkan rekomendasi yang tidak praktis atau tidak relevan. Akibatnya, setelah program KKN berakhir, masyarakat mungkin kembali ke cara-cara lama mereka, dan dampak jangka panjang yang diharapkan tidak tercapai.


3. Keterbatasan Sumber Daya dan Dukungan Pasca-KKN

Salah satu faktor yang membatasi dampak jangka panjang KKN adalah keterbatasan sumber daya dan dukungan yang tersedia setelah program berakhir. Meskipun mahasiswa mungkin telah merancang program yang baik dan relevan, implementasi yang sukses memerlukan dukungan yang berkelanjutan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah lokal, lembaga non-pemerintah, dan komunitas itu sendiri. Namun, dalam banyak kasus, dukungan ini tidak ada atau sangat terbatas.

Setelah mahasiswa meninggalkan desa, masyarakat sering kali dihadapkan pada tantangan dalam melanjutkan proyek atau program yang telah dimulai. Misalnya, program pelatihan keterampilan mungkin tidak akan berkelanjutan jika tidak ada lembaga lokal yang siap mengambil alih pelatihan lanjutan atau menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk menerapkan keterampilan yang dipelajari. Begitu pula dengan proyek infrastruktur, yang memerlukan pemeliharaan rutin dan mungkin memerlukan tambahan dana atau dukungan teknis yang tidak tersedia setelah mahasiswa pergi.

Keterbatasan sumber daya ini sering kali diperparah oleh kurangnya koordinasi antara kampus dan pemerintah lokal atau lembaga-lembaga lain yang seharusnya bisa mendukung keberlanjutan program. Tanpa koordinasi yang baik, upaya untuk melanjutkan program KKN menjadi terfragmentasi, dan tanggung jawab untuk menjaga kelangsungan proyek sering kali jatuh sepenuhnya pada masyarakat desa, yang mungkin tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk melakukannya.


4. Penekanan pada Laporan dan Evaluasi Jangka Pendek

Sistem evaluasi dan pelaporan yang diterapkan oleh banyak institusi pendidikan juga berkontribusi pada minimnya dampak jangka panjang KKN. Mahasiswa sering kali dinilai berdasarkan hasil-hasil jangka pendek yang dapat diukur selama masa KKN berlangsung, seperti jumlah kegiatan yang dilaksanakan, tingkat partisipasi masyarakat, atau keberhasilan menyelesaikan proyek fisik tertentu. Akibatnya, fokus utama sering kali adalah pada "menyelesaikan" sesuatu selama masa KKN, daripada memikirkan bagaimana dampaknya dapat dipertahankan setelah program berakhir.

Laporan akhir yang disusun oleh mahasiswa biasanya lebih berfokus pada pencapaian selama masa KKN, tanpa memberikan perhatian yang cukup pada strategi keberlanjutan atau rekomendasi untuk tindak lanjut. Evaluasi ini jarang sekali mencakup pengukuran dampak jangka panjang atau keterlibatan masyarakat setelah KKN selesai. Hal ini membuat kampus atau institusi pendidikan tidak memiliki gambaran yang jelas tentang efektivitas jangka panjang dari program KKN, dan tanpa umpan balik yang tepat, sulit untuk melakukan perbaikan dalam perencanaan dan pelaksanaan KKN di masa depan.


5. Dampak pada Reputasi dan Kepercayaan Masyarakat

Minimnya dampak jangka panjang dari program KKN tidak hanya merugikan masyarakat desa, tetapi juga dapat merusak reputasi program KKN itu sendiri di mata masyarakat. Masyarakat yang merasa bahwa program KKN tidak memberikan manfaat nyata atau hanya bersifat sementara mungkin menjadi skeptis terhadap program-program serupa di masa depan. Kepercayaan masyarakat terhadap mahasiswa dan institusi pendidikan yang mengirim mereka dapat menurun, yang pada akhirnya menghambat upaya-upaya pengabdian masyarakat di masa depan.

Ketika masyarakat mulai melihat KKN sebagai kegiatan yang hanya menguntungkan mahasiswa atau kampus, tanpa memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi komunitas, mereka mungkin menjadi enggan untuk berpartisipasi dalam program-program KKN berikutnya. Ini bisa menjadi penghalang serius bagi upaya untuk membangun hubungan yang kuat antara universitas dan masyarakat, dan mengurangi potensi KKN sebagai alat untuk pemberdayaan masyarakat.


Kesimpulan

Minimnya dampak jangka panjang adalah salah satu sisi gelap dari KKN yang perlu mendapatkan perhatian serius. Pendekatan yang terlalu berorientasi pada proyek singkat, kurangnya partisipasi dan kepemilikan masyarakat, keterbatasan sumber daya dan dukungan pasca-KKN, serta penekanan pada laporan dan evaluasi jangka pendek semuanya berkontribusi pada masalah ini. Untuk meningkatkan dampak jangka panjang, penting bagi institusi pendidikan dan mahasiswa untuk merancang program KKN dengan lebih hati-hati, memperhatikan keberlanjutan, dan memastikan bahwa masyarakat lokal benar-benar terlibat dan memiliki program tersebut. Dengan demikian, KKN dapat memberikan manfaat yang lebih besar dan lebih bertahan lama bagi masyarakat desa, serta meningkatkan kepercayaan dan reputasi program di mata masyarakat.


Penulis : Mohammad Nayaka Rama Yoga

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menengok Kembali Sejarah Perkembangan Gawai Dari Abad 19 Sampai Sekarang

Sumber foto: https://www.ngerangkum.com Memasuki abad ke-20 kehidupan manusia mulai disibukkan dengan berbagai macam perubahan yang terjadi secara evolusioner. Perubahan-perubahan tersebut terlihat mencolok pada aspek teknologi. Berbagai pembaruan dan kecanggihan teknologi dihadirkan dalam kehidupan manusia. Perlahan namun pasti, hadirnya teknologi mengubah hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Era saat ini juga bisa disebut dengan era digital, era di mana  aktivitas manusia bergantung pada teknologi. Lalu bagaimana bisa aktivitas manusia bergantung pada teknologi? Bahkan bisa dikatakan manusia tidak bisa lepas dari hal tersebut. Simpel sekali, sebut saja yang paling dekat dengan kehidupan manusia setiap harinya, yaitu gawai. Gawai atau nama lain dari gadget yang kemudian karena kecanggihan dan kepintarannya kita biasa menyebutnya dengan smartphone . Dari waktu ke waktu gawai telah mengalami perkembangan teknologi yang cukup signifikan. Jika dulu gawai hanya sebatas peng...

Mic UKM-U KSMW Diduga Disabotase Pasca Ungkap Keburukan Birokrasi

LPM REFERENCE— Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas (UKM-U) Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo (KSMW) terjun ke Gedung Serba Guna di Kampus 3 UIN Walisongo Semarang untuk melakukan expo UKM-U (11/08/2024). KSMW menampilkan orasi yang disampaikan oleh Kamil di hadapan mahasiswa baru angkatan 2024. Dalam orasinya, Kamil mengungkapkan fakta-fakta terkait kondisi birokrasi kampus yang dinilainya buruk. "Kalian adalah sapi-sapi perah penghasil UKT," ujar Kamil dalam orasinya. Namun, sesaat setelah pernyataan tersebut, microphone yang digunakan Kamil tiba-tiba mati. Meskipun demikian, Kamil tetap melanjutkan orasinya dan kembali menjelaskan mengenai UKM-U KSMW. Ketika Kamil menyebut istilah "UIN Komersil," microphone yang digunakan kembali mati. Kejadian ini memunculkan kecurigaan di kalangan peserta, terutama karena sebelumnya UKM-U Kopma yang juga menyampaikan presentasi tidak mengalami kendala teknis apapun. Bahkan, ketika KSMW mencoba menggunakan tiga microphone yang b...

SISI MISTIS GOA KREO, DALAM PANDANGAN MBAH SUMAR

   LPM REFERENCE -  Goa kreo merupakan tempat wiasata unik yang berada di Gunungpati, Semarang. Bagaimana tidak, sepanjang goa dan sekitar waduk jatibarang banyak kera yang berkeliaran secara liar yang menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Dibalik keunikannya ternyata terselip berbagai sejarah mistis yang diyakini masyarakat. Tak terkecuali untuk mbah Sumar juru kunci tempat wisata tersebut, minggu (30/04) ketika kru Reference bertemu dengannya, ia menjelaskan bahwa goa kreo masih keramat dan sakral. Dulunya merupakan peninggalan Sunan Kalijaga, dimana saat Sunan Kalijaga mencari kayu jati untuk masjid agung Demak, kayu jatinya tersangkut disungai sebuah hutan. kemudian Sunan Kalijaga bersemedi dan meminta pertolongan pada Allah sehingga dikirimkan empat kera yang berwarna merah, kuning, putih dan hitam. keempat kera itulah membawakan kayu jati tersebut sampai ke Demak.  Menurut mbah Sumar keempat kera tersebut ghoib dan masing masing warna ...