https:lpmreference.com
Dies Natalis UIN Walisongo Semarang yang ke-53, menandakan bahwa UIN Walisongo Semarang telah menjadi Universitas yang cukup lama berdiri. Kampus yang beralamat di Jl. Walisongo No.3-5, Tambakaji, Kec. Ngaliyan, Kota Semarang, Jawa Tengah, dikenal sebagai kampus yang mempunyai paradigma unity of sciences atau kesatuan ilmu agama dan ilmu umum. Hal tersebut menandakan bahwa UIN Walisongo mempunyai konsep tersendiri mengenai kurikulum Pendidikan yang akan dicanangkannya.
Dalam memperingati Dies Natalis, DEMA
UIN Walisongo melakukan gerakan yang mengusung tema "53 Tahun UIN
Walisongo bisa apa? ", selama masa kepemimpinan Imam Taufik terdapat banyak sekali dinamika serta problematika yang gagal
diselesaikan, polemik
tersebut membuat Mahasiswa UIN Walisongo semakin gencar melontarkan banyak catatan evaluasi terhadap
kebijakan dan pengimplementasian yang dijalankan selama ini.
Terdapat 4 catatan evaluasi yang harus diperhatikan dengan baik oleh
pihak universitas, diantaranya adalah aspek pendidikan, sarana prasarana,
kesejahteraan mahasiswa dan birokrasi.
Dalam hal pendidikan, khususnya pada Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik terdapat banyak sekali problematika yang selalu
gagal diselesaikan oleh pihak yang terkait. Salah satunya adalah terjadinya disintegritas pada
dosen-dosen FISIP yang dianggap kurang profesional. Persoalan tersebut menjadi sebuah permasalahan yang kompleks, sebab budaya-budaya diskusi di kalangan mahasiswa FISIP
mengalami kemunduran yang
dimana tidak serta merta kesalahan
mahasiswa itu sendiri, namun pihak dosen ikut andil
dalam pemrosotan tersebut, seperti banyaknya
dosen yang meminta pertemuan secara
online, pemangkasan waktu kuliah, penindasan ilmu pengetahuan, dosen anti
kritik,
dan masih banyak lagi.
Kemudian berbicara mengenai sarana prasarana di FISIP yang tidak memadai. AC mati, Proyektor tidak nyala, lampu mati, kursi dan meja
yang kurang,
dan ketersediaan buku-buku bacaan di
Perpustakaan FISIP yang masih kurang lengkap.
Belum lagi permasalahan UKT mahal dan sulitnya ketika
melakukan pengajuan banding, dimana penyebaran UKT sering kali tidak tepat sasaran. Kemudian komersialisasi pendidikan
yang dilakukan oleh pihak birokrat seperti biaya mahad, tes toefl imka,
penyewaan Gedung di dalam kampus,
yang seharusnya mensejahterakan malah memberatkan mahasiswa.
Adanya sistem birokrasi yang tidak demokrati ditunjukan dengan minimnya transparansi informasi publik dan anggaran, pelayanan birokrasi yang tidak
humanis,
serta ketidakjelasan prioritas
pembangunan. Tidak hanya berhenti disitu, terjadinya permasalahan sistem PTIPD yang sering kali melakukan kesalahan berulang dan pelaksanaan yang kurang responsif. Contohnya adalah ketika
melakukan pengajuan pergantian nama dosen, harus menunggu berminggu-minggu, dimana hal tersebut jelas menghambat proses perkuliahan yang ada.
Catatan evaluasi disuarakan guna memberikan
kesadaran terhadap semua elemen birokrasi dan semua elemen mahasiswa bahwa UIN Walisongo Semarang sedang dalam keadaan anomi.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus