Tulisan ini berkontribusi pada feminisme lokal dan mengatasi kesenjangan ilmiah dengan mendokumentasikan bagaimana: 1) narasi dominan mendukung keyakinan ideologis bahwa perempuan elit lokal akan memajukan kesetaraan gender; 2) integrasi perempuan lokal dan gender ke dalam pemerintah lokal menuntut reorientasi kesetaraan gender dan; 3) Perempuan harus berpartisipasi dalam sistem yang dimaksudkan untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab perempuan dan kemampuan mereka untuk memberikan kontribusi keadilan bagi rumah tangga dan masyarakat.
Meskipun kesetaraan gender adalah tujuan yang dinyatakan dalam kebijakan dan kurikulum nasional, menumbuhkan kesetaraan gender di pedesaan membutuhkan pendekatan pedagogis yang responsif gender serta bahan sumber aturan yang memadai. Salah satu faktor yang menghambat upaya pembinaan lingkungan masyarakat yang menumbuhkan keadilan dan kesetaraan gender adalah kurangnya pengembangan profesional bagi elit lokal dalam mengangkat isu kesetaraan gender, sehingga sebagian mengalami ketimpangan gender di pedesaan. Perempuan elit lokal diharapkan menjadi model dan membangun ruang kesetaraan gender di masyarakat sendiri dengan dibentuk dan dipengaruhi oleh konstruksi gender dari konteks sosiokultural.
Asumsi opini ini adalah bahwa menumbuhkan dan melestarikan masyarakat pedesaan yang secara aktif mempromosikan kesetaraan gender: 1) waktu, ruang, dan pelatihan bagi elit lokal untuk mengeksplorasi dan merefleksikan pemahaman dan pengalaman mereka sendiri tentang gender, sehingga mereka dapat lebih jelas memahami atau mengidentifikasi ketidaksetaraan gender dalam konteks masyarakat pedesaan mereka dan 2) sumber daya untuk secara efektif menanamkan dan mempraktikkan kepekaan dan kesadaran gender dalam semua kegiatan dan aktivitas yang terjadi di masyarakat pedesaan yang relevan secara kontekstual dan bahasa yang dapat mendukung hal ini.
Gender adalah konstruksi sosial yang menginformasikan cara kita mengetahui, memahami, dan berinteraksi dengan dunia (Vansteenkiste, 2022). Konstruksi berdasarkan gender perilaku normatif, harapan, peran, tanggung jawab 'mengarahkan' (Jones, 2022) kita ke dunia, dan menyajikan objek (baik material maupun immaterial) pada jarak yang memfasilitasi atau membatasi akses kita ke objek tersebut. Objek material seperti pakaian, peralatan, dan mainan serta objek immaterial seperti perilaku yang dihargai, aspirasi pribadi, dan posisi sosial dijiwai dengan nilai simbolis dan ditempatkan dengan cara gender yang membuat mereka akrab dan dapat diakses atau jauh dan lebih sulit dijangkau. Di masyarakat pedesaan misalnya, benda-benda material seperti sapu, wastafel, dan adik-adik biasanya diposisikan lebih dekat dengan anak perempuan daripada anak laki-laki (Ovadia, 2022).
Kehadiran elit lokal perempuan dalam pemerintahan desa mungkin tidak cukup untuk mewujudkan keterlibatan politik perempuan (Lee, 2022). Untuk memberikan kesan bahwa kesetaraan gender terwakili dengan baik, elit lokal perempuan harus dianggap aktif dalam politik arus utama gender. Dengan kata lain, elit perempuan harus terlihat dalam pemilihan penting dan diharapkan untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan sebagai elit politik yang dominan (Vansteenkiste, 2022). Bentuk penyederhanaan ekspresi, dalam kajian ini, elit perempuan dengan karakteristik tersebut akan disebut pemimpin "terkemuka" dengan kesetaraan gender.
Pertama, Elit perempuan dapat menerapkan kebijakan dalam regulasi pemerintah desa tentang kesetaraan gender dan anak-anak. Kebijakan itu berupa keterlibatan perempuan disetiap pengambilan keputusan. Sebagai contoh dalam hal Musrembangdes (Musyawarah Rembug Pembangunan Desa) seringkali di pedesaan masih didominasi oleh laki-laki. Oleh karena itu dengan elit perempuan lokal dapat mengatur regulasi untuk keterlibatan perempuan atau partisipasi perempuan dengan minimal kehadiran 30% dari jumlah seluruh forum. Hanya dalam konteks ini, elit perempuan bisa menjadi panutan yang mengungkap peluang perempuan untuk sukses dalam aksi politik di pedesaan.
Kedua, Perempuan elit desa mengadakan perkumpulan khusus perempuan baik itu dimonitori ibu PKK atau yang lain untuk memberikan argumentasi pendidikan politik dari elit perempuan lokal yang menjabat sebagai Kepala Desa. Pendidikan politik ini dapat dilaksanakan di aula Balai Desa dengan kajian kesetaraan gender, partisipasi politik perempuan, hak perempuan, kewajiban perempuan, dan argumentasi perempuan dalam kebijakan politik. Kegiatan ini dapat terlaksanan minimal 2 kali dalam setahun dalam jangka waktu 6 bulan. Kegiatan ini diharapkan mampu mendongkrak pikiran kritis perempuan dalam melihat fenomena yang ada. Dengan dimonitori elit perempuan lokal maka realisasi kegiatan akan lebih terdorong.
Ketiga, elit perempuan lokal memberikan kebijakan khusus untuk memberikan ruang pada perempuan dalam melaporkan segala tindak yang merugikan perempuan, seperti kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dalam mendidik anak, ketidakharmonisan keluarga, yang menyangkut pada hak antara laki-laki dan perempuan dalam perspektif gender. Dilakukan pemantauan pada RT juga ibu PKK yang dapat membantu merealisasikan kebijakan tersebut. Elit perempuan lokal dapat menghadirkan ahli psikologi serta ahli gender dalam memberikan solusi atas penindasan yang menimpa perempuan maupun laki-laki. Memberikan arahan serta masukan pada keluarga yang tidak sesuai pada konsep gender. Hal ini elit perempuan lokal tidak bisa melakukannya sendirian tanpa adanya dukungan partisipasi aktif oleh masyarakat perempuan. Sangat penting untuk menggerakkan keselarasan gender dalam lingkungan masyarakat desa. Sehingga akan terbentuk simbiosis mutualisme yang membawa pada keharmonisan serta penumbuhan kesetaraan gender di masyarakat pedesaan.
Penulis: Mukhammad Akhmad Najich Alfayn
Redaktur: Ansol Boy
Komentar
Posting Komentar