Dilema Pandemi Covid-19, Menurunnya Pendapatan Warga Hingga Alih Profesi Nelayan Desa Leran, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang
Desa Leran merupakan desa di Kecamatan Sluke yang letaknya paling barat atau berbatasan langsung dengan Kecamatan Lasem. Mayoritas penduduk desa ini bermata pencaharian dengan mengandalkan sumber daya pesisir dan laut yang dimiliki, mengingat letak geografisnya yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa.
Dengan posisi yang dimiliki, desa ini menanggung beban dan konsekuensi atas kondisi alam yang mereka miliki. Akibatnya, berdampak pula terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakatnya, terlebih lagi mereka bergulat dengan pandemi Covid-19 yang sudah menjadi bagian dari tubuh masyarakat sejak tahun 2020 silam.
Dari awal mula virus Covid-19 ini ditetapkan sebagai pandemi, semua aktivitas di seluruh bidang kehidupan menjadi rancu, tak terkecuali juga di bidang perekonomian. Termasuk juga masyarakat nelayan di Desa Leran, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang. Pasalnya selama masa pandemi ini hasil tangkapan para nelayan dihargai sangat murah, hal tersebut terjadi pada jenis ikan-ikan tertentu yang menjadi komoditas ekspor.
Tragisnya lagi, Pabrik-pabrik atau pengepul ikan mulai mengurangi pembelian ikan dari para nelayan setempat. Hal tersebut berdampak terhadap kondisi perekonomian nelayan, mau tidak mau nelayan harus menjual hasil tangkapannya dengan harga seadanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dikutip dari (https://knti.or.id/kondisi-sosial-ekonomi-nelayan-dan-pembudidaya-di-masa-pandemi-covid-19) Mayoritas daerah telah melaporkan terjadinya penurunan harga ikan komoditas ekspor, penjualan tangkapan juga menurun drastis akibat pengepul yang membatasi bahkan tidak melayani pembelian. Kondisi ini menyebabkan nelayan/pembudidaya kewalahan menjual hasil tangkapannya. Hal ini semakin menjadi parah karena negara tujuan ekspor ikan sedang “menutup diri” yang melibatkan transaksi internasional. Ini terjadi karena menurunnya daya beli masyarakat sehingga tempat pelelangan ikan sepi akibat penerapan kebijakan dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 yang disosialisasikan pemerintah daerah.
Saat pandemi ini tidak hanya nelayan di Desa Leran saja yang terdampak, tetapi seluruh nelayan juga mengalami hal yang sama. Di Desa Leran sendiri, untuk dapat bertahan hidup nelayan menyiasati dengan menjual hasil tangkapan dengan harga yang murah agar tetap mendapatkan pemasukan dari hasil tangkapan ikan tersebut. Jika dilihat dari modal dan hasil yang didapatkan oleh nelayan tidaklah sebanding dengan modal untuk membeli BBM yang harus dikeluarkan terhadap harga jual ikan atau komoditas lainnya. Selain harga ikan yang merosot, harga biota lain seperti kepiting juga ikut merosot. Dari yang semula Rp 85.000;/kg menjadi Rp45.000;/kg terhitung mulai awal agustus 2020 hingga awal tahun 2021.
Menurut Mustakim, salah seorang nelayan di desa Leran menuturkan bahwa di masa pandemi seperti ini mereka yang berprofesi sebagai nelayan harus banting setir untuk memenuhi kebutuhan keluarga, salah satunya dengan menjadi buruh tani. (22/4/2021)
Kebanyakan nelayan di desa Leran juga memilih untuk alih profesi dengan menjadi buruh tani untuk menyambung hidup. Mereka yang bekerja sebagai buruh tani ketika penanaman padi telah selesai, maka para buruh tani ini akan memperoleh upah sebesar 30 ribu rupiah dan waktu pengerjaannya hanya sampai dengan jam 10.00 WIB. Dengan adanya situasi dan kondisi seperti itu masyarakat nelayan dituntut harus tetap dapat bertahan hidup.
Dikutip dari Knti.or.id, upaya lain juga telah dilakukan oleh pemda dan pemdes setempat untuk mengatasi hal tersebut dengan melakukan refocusing dan realokasi anggaran, khususnya program-program yang ditujukan bagi perlindungan dan pencegahan dampak Covid-19 bagi masyarakat nelayan, termasuk penyiapan skema jaring pengaman sosial bagi keluarga nelayan.
![]() |
Kondisi Pantai Desa Leran (Sumber Foto : Dokumentasi Pribadi, 25 Mei 2021) |
Penulis: Mahasiswa Sosiologi Fisip 2018 KKL Webinar Series Tema Masyarakat Kota Pesisir
Redaktur: Ayu Rachmahwati
Komentar
Posting Komentar