Dalam kehidupan bermasyarakat
yang plural ini, manusia dituntut peka terhadap lingkungan sosialnya. Hal tersebut
bertujuan agar terbentuknya masyarakat yang memiliki kepedulian dengan sesamanya.
Selain kepedulian, kepekaan dalam masyarakat
dapat menumbuhkan integrasi dan toleransi di kehidupan bermasyarakat.
Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan proses bersosialisasi.
Melalui proses
bersosailisasi, manusia banyak belajar bagaimana cara mengendalikan sikap diri
yang berbenturan dengan sifat masyarakat yang berbeda-beda. Agar dapat tercapainya
bersosialisasi yang baik, kesan individu dalam menampilkan diri ke individu
lain atau masyarakat harus dibangun dengan baik. Dibutuhkan teknik “efek halo” atau
“pencitraan diri” agar orang lain dapat menerima dan berinteraksi tanpa menimbulkan
kesan negatif.
Efek halo
merupakan salah satu hal yang sangat berpengaruh dalam penelitian yang bersifat
subjektif. Percobaan efek halo pernah dilakukan oleh Horold Kelley pada tahun
1950. Kelley memberikan ciri dosen tamu kepada mahasiswa menggunakan dua sifat.
Dosen tamu tersebut akan mengajar mahasiswa yang menjadi objek penelitiannya.
Dua daftar kata sifat tersebut adalah 1) orang sisnis, rajin, kritis, praktis,
dan teguh dalam pendirian; dan 2) orang ramah, rajin, kritis, praktis dan teguh
dalam pendirian.
Hasilnya, para mahasiswa
yang membaca daftar pertama memiliki kesan sangat buruk kepada dosen tamu, jauh
sekali dibandingkan dengan daftar kedua. Padahal keduanya memiliki kata identik,
tetapi hanya kata pertama yang berbeda. Begitu membaca kata pertama, kata
selanjutnya menjadi kabur melalui persepsi awal tentang dosen tamu.
Jadi, kesan pertama dalam interaksi atau pertemuan sangat penting. Tanamkan kata-kata positif pada orang itu sebelum menemuinya. Selain itu, hal penting yang tidak boleh ketinggalan adalah senyum. Sebuah senyuman memiliki empat makna penting yaitu kepercayaan diri, kebahagiaan, antusiasme, dan penerimaan terhadap orang lain.
Selain senyuman, bahasa
tubuh juga menjadi perhatian. Tangan terbuka, dengan wajah dan tubuh menghadap
lurus kepada orang yang sedang berbicara adalah bahasa tubuh dasar yang penting
dalam sebuah komunikasi.
Tangan tertutup atau menyilang mengisyaratkan
penolakan atau defensif. Sedangkan wajah dan posisi tubuh tidak berhadapan lurus
mengartikan kita tidak fokus dan cenderung mengabaikan keberadaan orang yang
kita ajak bicara.
Namun, di balik semua bahasa tubuh, satu hal yang penting
untuk diingat adalah selalu berfikir positif bahwa siapa pun yang kita temui
akan memperlihatkan suatu hal positif dalam tampilan diri kita di mata orang
yang kita temui.
Penulis: Devi
Komentar
Posting Komentar