![]() |
Foto: Mojokstore.com |
Judul
Buku : Tuhan Tidak Perlu Dibela
Penulis
: Abdurrahman Wahid
Penerbit
: Saufa
Tahun
Terbit : 2016
Tebal
: 316
Peresensi
: Luqman Sulistiyawan
Tatkala memasuki tahun politik yang
memanas, kerap kali agama dijadikan sebagai sebuah komoditi politik yang menguntungkan. Seringkali isu agama
dijadikan senjata untuk menjatuhkan lawan demi singgahsana semata, tak
mengherankan jika kemudian bermunculan konflik-konflik atas nama agama yang
dimotori oleh politik pragmatis semata. Tentu hal ini sangat bertentangan
dengan semangat awal umat beragama karena dilain sisi justru menggerogoti
semangat persatuan kita sebagai bangsa.
Berbicara narasi politik tentang
pemanfaataan agama, akan sangat relevan jikalau membaca buku karya Gus Dur yang
berjudul “Tuhan Tidak Perlu Dibela.” Sekilas membaca judulnya saja kita akan
tergugah untuk mengetahui lebih dalam isi buku yang merupakan kumpulan tulisan
kolom Gus Dur di majalah Tempo tahun 1970-1980-an ini.
Seperti yang kita kenal Gus Dur
merupakan tokoh yang sangat vokal dalam menyuarakan tentang kerukunan umat
dalam beragam dan berbangsa. Hal demikian pun tercermin dalam buku ini. Di mana
Gus Dur banyak membahas persoalan agama yang kemudian disalahgunakan sebagai
senjata dalam melakukan kekerasan politik yang memicu ketegangan antar umat.
Judul “Tuhan Tidak Perlu Dibela”
diambil dari salah satu tulisan kolom Gus Dur yang menceritakan tentang kegelisahan
dan kebingungan seorang sarjana yang baru pulang ke tanah air, karena di
negerinya banyak ditemui ekspresi kemarahan umat muslim dalam berbagai Khotbah
dan pidato para mubaligh beserta da’i. Sampai akhirnya Ia memperoleh pencerahan
dari seoarang guru tarekat yang menjelaskan bahwa Allah tidak perlu pembuktian
akan kebesaran-Nya.
Secara umum buku “Tuhan Tidak Perlu
Dibela” terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama membahas tentang “Refleksi Kritis Pemikiran Islam.” Kemudian
di bagian kedua menggali tentang “Intentitas Kebangsaan dan Kebudayaan” dan
dibagian terakhir
Gus Dur banyak merefleksikan tentang “Demokrasi, Ideologi dan Politik.”
Tampaknya buku ini akan selalu menarik
untuk dibaca meskipun lintas zaman
dan generasi, karena begitu relevan dengan tantangan mengenai benturan antara agama dan negara yang selama ini selalu sering terjadi
di Indonesia. Selain itu juga mampu merefleksikan pembaca mengenai pemikiran
Islam yang begitu progresif.
Namun sayangnya buku ini masih kurang mengupas secara dalam suatu permasalahan yang disajikan karena hanya merupakan kumpulan tulisan pendek berupa kolom sehingga cenderung membahas dari segi permukaan saja.
Komentar
Posting Komentar