Kemunculan internet
dan media sosial lainnya berpengaruh besar terhadap bisnis media, termasuk pers.
Informasi di berbagai belahan dunia yang disalurkan lewat media sosial sangat
cepat. Begitu juga peristiwa-peristiwa yang terjadi, termasuk berita-berita
tentang berbagai peristiwa yang dimuat di berbagai media negara dapat dengan
cepat menyebar di sosial media.
Untuk mengetahui
berita-berita itu, masyarakat tidak perlu menunggu lama lagi terbitnya koran
esok hari, atau menunggu siaran berita di televisi maupun radio sore hari.
Sebab, mereka bisa mendapatkannya di media sosial. Berbagai link berita terkini bisa diakses karena
banyak pengguna media sosial membaginya di akun media dan berita itu bisa
dibuka saat itu juga, cukup dengan perangkat telepon cerdas, laptop, ataupun
komputer tablet.
Sebelum maraknya
penggunaan media elektronik untuk mengakses berbagai berita, masyarakat awam
hanya mengandalkan surat kabar yang terbit setiap pagi, baik surat kabar
harian, mingguan, hingga bulanan.
Namun pada era
digital seperti ini masyarakat dengan mudah mengakses berbagai berita secara
online. Kebanyakan penerbit majalah mengunggah fitur-fiturnya ke internet.
fitur tersebut biasanya gratis bagi siapa pun yang memilih untuk mengaksesnya
melaui situs jejaring sosial tersebut.
Akibatnya banyak
media cetak yang kemudian gulung tikar dan kemudian beralih ke media online, Serikat
Perusahaan Pers (SPS) sebelumnya bernama Serikat Penerbit Surat Kabar (SPSK), mendata
jumlah media cetak beserta oplahnya/jumlah cetakannya.
Data ini mencakup harian dan mingguan. Sejak
2008 hingga 2014, oplah harian menunjukkan treen naik, meski jumlah medianya
naik turun. Pada 2008, total harian tercatat 7,49 juta. Tahun-tahun berikutnya,
angka tersebut terus naik. pada 2014, total oplah mencapai 9,65 juta.
Namun
kenaikan itu berhenti pada 2014. Pada 2015 oplah mulai melorot, hanya 8,79
juta, turun 8,9 persen dari tahun sebelumnya.
Bahkan itu lebih kecil daripada oplah 2011. Merosotnya oplah harian pada
2015 dialami juga oleh mingguan, tabloid, dan majalah. Penurunan paling dalam
menimpa mingguan. Pada tahun itu, oplahnya turun 9,27 persen dibanding tahun
2014.
Dikutip dari
Tirto. id, Kegagalan manajemen sebuah media merespon perubahan cara khalayak
mendapatkan infomasi, dan kadang-kadang mengabaikan internet sebagai pemicu
sekaligus penggilas beberapa media pers terkemuka seperti Bola yang gulung tikar pada Oktober 2015 kemudian Sinar Harapan
yang menerbitkan edisi terakhirnya pada 1 Januari 2016. Belum lagi majalah
seperti Fortune, Kawanku, bahkan Horrison. (Luqman)
Komentar
Posting Komentar