Skip to main content

Covid-19 Vs Segala Aspek Masalah Sosial

Sumber foto: AyoSemarang.com


Fenomena virus corona disease atau sering disebut covid-19 ini mulai terdeteksi di kota Wuhan, China pada bulan Desember 2019 tahun lalu. Penyebaran virus ini yang sangat cepat membuat virus ini meresahkan semua umat di dunia. Menurut World Organization (WHO), covid-19 ini ditularkan dari hewan ke manusia, seperti sinrom pernapasan akut (SARS) transmisi dari luwak ke manusia dan sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS) yang ditularkan dari manusia melalui unta. Lebih parahnya virus ini dapat menyebabkan kematian. Belum diketahui pasti obatnya dalam penanganan virus ini para tim medis juga belum bisa memastikan kapan virus ini akan berhenti.


Virus covid-19 mulai masuk di Indonesia sekitar awal bulan Maret lalu, korban yang tadinya hanya sekitar 3 orang sekarang kian bertambah banyak. Terhitung sudah 11 bulan virus covid-19 masih bertebaran luas disekitar kita. Pemerintah juga melakukan berbagai upaya pencegahan untuk memutus rantai penularan covid-19 ini. Dampak yang terjadi adanya virus covid-19 secara tidak langsung membuat perubahan sosial di dalam masyarakat. Adanya perubahan sosial akibat covid-19 di Indonesia dapat dilihat dari segala aspek baik aspek sosial, ekonomi, pendidikan, budaya, dan politik. Sehinga dinamika tatanan pemerintah membuat sebuah aturan baru demi kemaslahatan rakyat di tengah pandemi covid-19 ini.

Pemerintah membuat peraturan baru di tengah pandemi covid-19 dengan menerapkan social distancing atau menjaga jarak. Di era new normal ini Pemerintah mengimbau untuk menjaga jarak satu sama lain, menerapkan protokol kesehatan dengan memakai masker ketika bepergian, selalu mencuci tangan dan membawa handsanitizer. Ditempat umum juga disediakan tempat cuci tangan, dan handsanitizer serta pengecekan suhu tubuh. 

Dampak ekonomi adanya covid-19 banyak dari sebagian masyarakat kehilangan pekerjaannya karena pengurangan jumlah karyawan di salah satu kantor demi memutus rantai covid-19. Tak hanya itu dampak covid-19 ini juga berdampak pada aspek pendidikan yang mana proses pembelajaran dilakukan malaui daring. Pekerjaan juga terkadang di haruskan work from home agar tidak terlalu sering berkerumun. Selain aspek ekonomi yang sangat menonjol akan dampak pandemi covid-19, ada aspek pendidikan yang lebih sangat berdampak. Kegiatan pembelajaran yang mengharuskan melalui daring atau online membuat para remaja lebih berinteraksi dan intens pada media sosial. Komunikasi yang terjalin pada teman-temannya melalui media sosial. Hal ini berdampak pada kebebeasan dalam mengeksplore media sosial bagi remaja.

Maraknya berita di masa pandemi covid-19 ini angka pernikahan usia dini semakin meningkat.  Tercatat dikutip dari berita Sindonews banyaknya kasus pernikahan dini terjadi dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2018 sekita 14,18% dan mengalami kenaikan pada tahun 2019 sebesar 15,66%. Dalam hal ini, peraturan UU tentang pernikahan batas minimal usia laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun, membuat pemerintah juga ingin mengatasi laju kenaikan pernikahan dini di Indonesia dengan mengganti peraturan batasan minimal UU tentang pernikahan. 

Tak banyak kasus-kasus pernikahan dini terjadi pada usia remaja yang seharusnya masih di bangku sekolah, sudah harus membangun hirup biduk rumah tangga. Kasus-kasus yang terjadi tidak mesti kedua pasangan yang masih remaja, ada yang salah satu dari pasangannya masih berusia remaja. Banyak faktor yang memengaruhi pernikahan dini terjadi, diantaranya faktor ekonomi sehingga orang tua menikahkan anaknya dengan laki-laki yang lebih tajir agar mendorong prekonomian keluarganya, ada juga karena memang faktor rasa suka saling suka, ada juga karena hamil diluar nikah, dan sebagianya.

Kesiapan fisik pada remaja berumur belasan tahun sudah siap menikah untuk kemudian berhubungan seksual. Namun, (remaja belasan tahun) tidak siap secara mental, spiritual, emosi, dan sosial. Dan  remaja yang menikah di bawah 20 tahun akan mengalami krisis identitas diri. Banyaknya pola pikir remaja yang hanya memikirkan kenikmatan menikah saja tanpa memikirkan kehidupan pasca menikah.

Di Semarang angka pernikahan usia dini juga tinggi. Dilansir dari laman web Pemprov Jateng upaya pencegahan pernikahan usia dini terjadi yaitu menggajak berbagai instansi seperti Dinas Kesehatan melalui program pelayanan kesehatan peduli remaja, Usaha Kesehatan Sekolah, Posyandu Remaja. Selain itu, penyuluhan pencegahan perkawinan anak di ponpes (pondok pesantren) dan madrasah juga diselenggarakan Kemenag, serta keterlibatan Dinas Pendidikan dengan memasukkan materi tentang reproduksi dan dampak perkawinan anak. Peran orang tua terhadap anaknya juga penting dalam mengedukasi tentang pernikahan usia dini dan problematikanya setelah berumah tannga. Tidak hanya memikirkan konsep halal saja setelah menikah, namun juga memikirkan kehidupan setelah menikah. Usia yang masih remaja harusnya menikmati masa-masa remaja dengan menambah wawasan pengetahuan, pertemanan yang baik, dan menngembangkat bakat.

Di tengah pandemi covid-19 walaupun dirumah aja dengan kegiatan terkadang yang membuat boring kita bisa membuat suasana dirumah tetep asyik, dengan memanfaatkan waktu luang untuk kegaiatan positif. Jangan karena dirumah aja dengan aktivitas yang terbatas membuat pergaulan juga menjadi bebas. Para remaja juga bisa mengikuti kegaitan webinar tentang kesehatan reproduksi, dampak pergaulan bebas, resiko pernikahan dini, dll.


Penulis: Rinda Setyo Kusumawati

Comments

Popular posts from this blog

Fenomena Bahasa Campur-Campur ala “Anak Jaksel”

Gambar 1.1. Contoh meme yang membahas karakteristik “anak Jaksel”. Belakangan ini media sosial seperti Twitter dan Instagram ramai menyinggung fenomena tentang bentuk komunikasi yang terkenal kerap menyisipkan bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia. Cara bicara tersebut dianggap sebagai gaya bahasa anak-anak yang tinggal di Jakarta Selatan atau biasa disebut “a nak Jaksel ” . Kata yang umum dipakai antara lain adalah which is (yang), literally (secara harfiah), at least (minimal), even (bahkan), dan lain-lain. Gaya bahasa tersebut pun makin populer karena banyak selebrit as , pegiat Twitter, pegiat Instagram, dan pegiat Youtube atau video bloger juga menggunakan gaya bahasa tersebut dalam konten-konten yang mereka buat, sehingga makin marak diperbincangkan di kalangan warganet , yakni seseorang yang aktif mengakses internet, khususnya media sosial dalam kesehariannya. Mengutip tulisan tirto.id berjudul Gaya Bahasa ala “ A nak Jaksel” di Kalangan Pejabat

Kecewa UKT Mahal, MABA FISIP Gelar Unjuk Rasa di Depan WR 3

      http://www.lpmreference.com Hari terakhir PBAK (Pengenalan Budaya Akademik Kemahasiswaan) menjadi momentum Mahasiswa baru (Maba) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) untuk unjuk rasa terkait mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Realisasi Program Ma'had tepat di depan Wakil Rektor 3, Minggu 6 Agustus 2023. Aksi yang bertempat di depan Land Mark Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang tersebut di latar belakangi atas ketidakkepuasan MABA FISIP tentang UKT yang begitu mahal, UKT yang tidak tepat sasaran dan Realisasi Program Ma'had yang masih jauh dari kata memuaskan untuk para MABA. Massa Aksi membentangkan spanduk yang bertuliskan "Tolak Komersialisasi Pendidikan, Tolong Kami", "Regulasi Ma'had ugal-ugalan pelan-pelan pak Rektor". Aksi yang berlangsung pada pukul 17.20 WIB, secara kebetulan tepat berada di depan Wakil Rektor 3 yaitu  Achmad Arief Budiman dan disaksikan oleh nya secara langsung. "Mari kita kawal bersama adek-adek

Kampus UIN Walisongo disebut Anti Kritik, Begini Tanggapan Mahasiswa Baru Sosiologi 2023

      http://www.lpmreference.com Kampus UIN Walisongo Semarang disebut anti kritik, hal ini diungkapkan  mahasiswa baru Sosiologi angkatan 2023. Baru-baru ini, pada pelaksanaan hari pertama PBAK terpantau ada spanduk yang terpasang di sekitar gedung FISIP UIN Walisongo Semarang diturunkan oleh pihak kampus. Spanduk tersebut berisi kritik terhadap kebijakan kampus seperti isu UKT, isu ma'had, komersialisasi pendidikan dan sebagainya.  "Bahwa pihak kampus telah membatasi ruang kebebasan ekspresi untuk mahasiswa menyuarakan suaranya." Padahal kampus seharusnya menjadi tempat pendidikan yang merdeka bagi para Mahasiswa, " ungkap Kia Mahasiswa Baru Sosiologi 2023.  Menurut Kia, bahwa adanya sebuah kritik justru akan membuat kampus menjadi lebih baik. Bukan malah dibungkam seperti itu.  Sementara itu, Gibran, Mahasiswa baru Sosiologi 2023 mengatakan bahwa isu ma'had merupakan hal yang paling krusial dan patut kita kawal bersama-sama. Namun tidak pernah  mendapatkan pe