Pulung gantung sendiri digambarkan seperti sebuah benda misterius berbentuk bola api yang berpijar berwarna merah kekuningan dan memiliki ekor atau buntut. Benda ini terlihat melayang di atas sebuah rumah warga, maka salah seorang penghuninya dalam waktu dekat akan melaksanakan ritual bunuh diri. Tak ada yang tahu pasti apakah Pulung Gantung ini merupakan sebuah benda atau sosok makhluk, sebab ia tampak seperti sebuah benda namun juga terlihat hidup berkat kobaran apinya yang berkilat-kilat serta sesekali meredup padam dan membara ganas. Satu hal yang pasti, penampakkan Pulung Gantung ini menjadi isyarat kuat akan adanya warga setempat yang akan melakukan bunuh diri.
Menurut cerita yang berkembang, akan ada orang yang melakukan gantung diri tepat di mana arah pulung gantung itu jatuh dan merasuki jiwa yang kosong. Apabila Pulung Gantung terbang ke arah selatan dan tepat jatuh di salah satu rumah warga desa di sana, masyarakat meyakini tidak lama akan ada berita yang gantung diri. Sesungguhnya, Pulung Gantung hanyalah sebuah cerita orang zaman dulu yang masih berkembang dari mulut ke mulut. Faktanya masyarakat masa kini belum pernah ada yang melihat wujud Pulung Gantung secara langsung.
Mitos Pulung gantung sendiri merupakan bentukan dari seluruh masyarakat yang cenderung berfikir statis atau tradisional. Persepsi mengenai pulung gantung yang sering dikaitkan dengan kasus bunuh diri pada sebagian masyarakat Gunung Kidul menggambarkan kepercayaan, nilai dan norma kolektif masyarakat Gunung Kidul. Persepsi tersebut mendorong anggota masyarakat lainnya untuk menyesuaikan pada klaim atau persepsi yang telah dibangun secara kolektif dalam masyarakat.
Beberapa beranggapan bahwa dengan memitoskan pulung gantung merupakan ciri dari sebuah cara lari dari tanggung jawab sosial. Pengembangan mitos pulung gantung berdampak buruk terhadap proses penyelesaian masalah bunuh diri di Gunung Kidul. Hal tersebut mendorong masyarakat menjadi lari dari kenyataan dan mengakibatkan masyarakat memandang kasus bunuh diri secara mistis serta mencoba melakukan penyelesaian dengan cara mistis pula. Dengan kondisi masyarakat Indonesia yang multikultural, khsusnya di Gunungkidul yang terkenal dengan luhurnya budaya, penyelesaian persoalan secara mistis masih bisa diterima. Namun, persoalannya adalah penyelesaian dengan cara mistis menjadi lebih mengemuka sehingga mengabaikan cara lain yang lebih rasional seperti melalui perbaikan pendidikan, ekonomi, hubungan sosial, dan kesehatan.
Penulis : Kiki Yuli Rosita
Redaktur : Ayu Nindika Parastuti
Comments
Post a Comment