Skip to main content

Menyoal Orientasi Penerapan PPKM

https://www.google.co.id/amp/s/bisnis.tempo.co/amp/1481774/aturan-lengkap-ppkm-darurat-luar-jawa-bali-yang-berlaku-di-15-kabupaten-dan-kota
Kondisi kesehatan masyarakat Indonesia saat ini sangat mengkhawatirkan, mengingat setiap harinya angka kasus terkonfirmasi Covid-19 dan pasien Covid-19 yang meninggal mengimbangi kasus sembuh pasien Covid-19. Hal ini berarti bahwa ketersediaan fasilitas kesehatan akan semakin menyempit dan pada akhirnya pasien Covid-19 yang tidak tertolong dengan segera, kemungkinan besar akan meninggal. Bahkan beberapa kasus di sejumlah daerah, pasien Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri di rumah ditemukan dalam keadaan meninggal dunia lantaran tidak mendapatkan penanganan serius. Hal ini seharusnya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. 

Selama ini pemerintah dinilai hanya mementingkan sektor ekonomi dikala pandemi Covid-19 dibandingkan dengan kesehatan masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dari proyek pemerintah dalam membangun PLTU batubara baru yang dinilai tidak perlu. Dilihat dari segi kepentingan, tidak ada sama sekali urgensi pembangunan PLTU batubara tersebut, karena pembangunan tersebut hanya akan menghasilkan emisi yang mendorong pemanasan global-krisis iklim. Selain itu, sistem listrik Jawa-Bali sudah oversupply. Proyek tersebut membutuhkan dana berkisar US$ 3.5 miliar atau setara dengan 49 triliun rupiah. Adapun dana pembangunan PLTU Jawa 9-10 sebagian besar bersumber dari utang asing. Bahkan, studi dari Korea Development Institute (2020) mengatakan bahwa operasi PLTU ini justru akan membawa kerugian bagi pemerintah Indonesia hingga Rp610 miliar. 

Dalam kondisi saat ini, perlu diingat bahwa tidak ada ekonomi yang sehat bila masyarakatnya sakit. Untuk itu, pemerintah menimbang bahwa agar terwujudnya tingkat kesehatan masyarakat Indonesia setinggi-tingginya, karena hal ini merupakan salah satu perwujudan dari pembangunan nasional dan mengupayakan penanganan masalah kesehatan masyarakat secara luas dan komprehensif, maka Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular diundangkan ebagai peraturan untuk menangani persoalan terkait.

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: “a. Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. b. Sumber penyakit adalah manusia, hewan, tumbuhan, dan benda-benda yang mengandung dan/atau tercemar bibit penyakit, serta yang dapat menimbulkan wabah. c. Kepala Unit Kesehatan adalah Kepala Perangkat Pelayanan Kesehatan Pemerintah. d. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan. Adapun maksud dan tujuan dari UU tersebut yakni untuk melindungi penduduk dari malapetaka yang ditimbulkan wabah sedini mungkin, dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat.”

Berdasarkan uraian di atas, bila melihat kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini yang setiap harinya menunjukkan peningkatan kasus postitif Covid-19, maka pemerintah mengambil langkah darurat guna menekan pelonjakan angka kasus terkonfirmasi Covid-19, yaitu PPKM darurat yang berlaku mulai dari tanggal 3-20 Juli di Jawa-Bali. Bahkan saat ini pemerintah berencana untuk memperpanjang PPKM darurat hingga 6 minggu ke depan bila angka kasus positif Covid-19 terus meningkat.

Mirisnya upaya pemerintah dalam melaksanakan PPKM darurat masih tidak disambut baik oleh beberapa pihak. Hal ini terbukti dari masih terdapat sejumlah pelanggaran PPKM darurat seperti beberapa perusahaan di DKI Jakarta yang masih beroperasi alias mewajibkan karyawannya masuk ke kantor meskipun bukan sektor esensial atau kritikal sesuai dengan ketentuan PPKM darurat. Akibat dari pelanggaran PPKM darurat tersebut, maka terdapat 103 perusahaan di DKI Jakarta disegel oleh petugas dan dua diantaranya dikenankan sanksi sesuai yang tertuang dalam UU Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular. Ketentuan PPKM darurat mengharuskan 100% karyawan yang bekerja pada sektor non-esensial dan kritikal bekerja dari rumah (WFH), namun masih saja ada beberapa perusahaan yang mewajibkan karyawan-karyawannya tetap masuk ke kantor dan hal ini tentu akan berakibat pada timbulnya peningkatan kasus positif Covid-19.

Dua perusahaan yang dikenakan sanksi pidana ialah PT BPI dan PT LMI di Jakarta Pusat. Tercatat bahwa satgas menangkap 14 orang. 3 orang yakni RRK, AHV, dan SG yang merupakan petinggi perusahaan telah menjadi tersangka berdasarkan pemeriksaan awal. Tersangka dua perusahaan yang dikenakan sanksi pidana dikenai pasal 14 UU Wabah Penyakit Menular. Pasal tersebut menyebutkan bahwa “barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah, diancam dengan pidana penjara satu tahun dan/ atau denda Rp 1 juta”. Sanksi tersebut diberikan bukanlah tanpa alasan, diharapkan dengan dijatuhkannya sanksi pidana tersebut dapat memberikan efek jera kepada pelanggar PPKM darurat dan perusahaan-perusahaan dimanapun dapat mematuhi aturan PPKM darurat sehingga tidak ada lagi perusahaan nakal atau pelanggar PPKM darurat. Diketahui bahwa perusahaan tersebut tertangkap ketika diadakan sidak oleh satgas dikarenakan ada karyawan dan warga sekitar perusahaan yang melaporkan pelanggaran PPKM darurat. Untuk itu, masyarakat dihimbau untuk tidak takut melaporkan kejadian-kejadian pelanggaran PPKM darurat kepada pihak berwenang supaya pelaksanaan PPKM darurat dapat berjalan dengan baik. Masyarakat pun perlu disadarkan bahwa adanya PPKM darurat bukanlah suatu hal yang dapat disepelekan, mengingat lonjakan kasus Covid-19, penularan yang tinggi, rumah sakit penuh, dan kasus harian yang tinggi, menyebabkan pemerintah mengambil langkah yang tepat yakni PPKM darurat untuk memutus rantai penularan Covid-19.

Tak hanya kepada perusahaan-perusahaan nakal yang melanggar PPKM darurat yang dikenakan sanksi pidana, petugas juga tidak segan-segan untuk menindak tegas tempat-tempat kuliner yang beroperasi lebih dari jam 8 malam sehingga pemilik kedai dikenakan tindak pidana ringan berupa sanksi tertulis untuk terapi kejut. Hal ini terjadi pada 43 orang pada operasi yustisi di Kota Serang, Provinsi Banten. Para pelanggar tersebut diberikan hukuman oleh hakim berupa denda atau kurungan. Namun disini perlu diberi perhatian kepada para pelanggar PPKM darurat yang mendapat tindakan anarkis dari para aparat pengak hukum saat menertibkan aturan PPKM darurat. Diketahui di sejumlah daerah terdapat beberapa kasus kekerasan dari aparat penegak hukum yang bersikap tidak humanis bahkan cenderung tendensius kepada warga yang akan ditertibkan. Diantaranya, tindakan sewenang-wenang oleh Satpol PP saat razia PPKM di Gowa, Sulawesi Selatan yang mengakibatkan cidera pada pasutri. Kala itu petugas memerintah untuk menutup warkop milik pasutri. Kemudian, terjadi cekcok antara petugas dan pemilik warkop. Akibatnya, petugas menampar pasutri dan bahkan pemilik warkop tersebut (istri) sedang hamil 9 bulan. Akibatnya, Satpol PP yang bersikap arogan dan semena-mena tersebut dipolisikan oleh ibu hamil dengan menunjukkan bukti rekaman cctv di tempat kejadian dan hasil visum. Dengan melihat kejadian tersebut, maka petugas Satpol PP tersebut telah melanggar kode kehormatan korps pamong praja dan bila terbukti benar telah melakukan tindakan penganiayaan maka akan diberi sanksi tegas.

Lantas, apa yang telah disampaikan kepada masyarakat dengan mengatakan bahwa aparat harus memerangi dan memberantas premanisme sampai ke akar-akarnya, justru realitanya berbanding terbalik. Jadi, apa yang disampaikan tidak selaras dengan apa yang terjadi di lapangan. Hal ini justru membuat masyarakat semakin antipati kepada pemerintah. Apalagi razia PPKM darurat yang dilakukan menargetkan mereka para pedagang kecil yang menghidupi keluarganya dari penghasilan sehari-harinya tersebut. Bila razia benar dilakukan dengan dasar PPKM, maka dapat dipastikan bahwa razia itu tidak sesuai dengan konstitusi dan terkesan merampas hak-hak rakyat. Masyarakat juga butuh makan untuk bertahan hidup. Janganlah kebiri kehidupan masyarakat dengan berdalih PPKM. Terlebih razia yang dilakukan sudah tidak humanis dan jangan jadikan razia ini sebagai ajang cari muka di hadapan pimpinan.

Saat ini dapat dikatakan sudah tepat diterapkan PPKM darurat untuk menekan angka kasus positif Covid-19. Namun, kebijakan pemerintah ini tidak diiringi dengan solusi bagi masyarakat untuk tetap bertahan hidup. Mereka yang tergolong ekonomi kelas atas tidak akan masalah dengan hanya berdiam diri di rumah. Namun, bagaimana dengan rakyat kecil yang mengandalkan upah harian untuk bertahan hidup bila hanya dikekang di rumah saja? tentu akan menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan. Bila ingin berjalan dengan baik penerapan PPKM darurat ini, seharusnya pemerintah memerhatikan unsur keselamatan rakyat kecil bila hanya diperintah untuk di rumah saja. Bukan malah menghabiskan anggaran dengan proyek-proyek yang tidak memiliki urgnesi sama sekali ditengah pandemi. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya lebih‘aware’ terhadap rakyat kecil dikala pandemi seperti ini bila memang ingin berhasil mengimplementasikan kebijakan PPKM darurat ini dengan lebih memerhatikan keterjaminan kebutuhan masyarakat ekonomi kelas kebawah.

Penulis : Yanun Anbiya 

Redaktur : Ayu Nindika 


Comments

Popular posts from this blog

Fenomena Bahasa Campur-Campur ala “Anak Jaksel”

Gambar 1.1. Contoh meme yang membahas karakteristik “anak Jaksel”. Belakangan ini media sosial seperti Twitter dan Instagram ramai menyinggung fenomena tentang bentuk komunikasi yang terkenal kerap menyisipkan bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia. Cara bicara tersebut dianggap sebagai gaya bahasa anak-anak yang tinggal di Jakarta Selatan atau biasa disebut “a nak Jaksel ” . Kata yang umum dipakai antara lain adalah which is (yang), literally (secara harfiah), at least (minimal), even (bahkan), dan lain-lain. Gaya bahasa tersebut pun makin populer karena banyak selebrit as , pegiat Twitter, pegiat Instagram, dan pegiat Youtube atau video bloger juga menggunakan gaya bahasa tersebut dalam konten-konten yang mereka buat, sehingga makin marak diperbincangkan di kalangan warganet , yakni seseorang yang aktif mengakses internet, khususnya media sosial dalam kesehariannya. Mengutip tulisan tirto.id berjudul Gaya Bahasa ala “ A nak Jaksel” di Kalangan Pejabat

Kecewa UKT Mahal, MABA FISIP Gelar Unjuk Rasa di Depan WR 3

      http://www.lpmreference.com Hari terakhir PBAK (Pengenalan Budaya Akademik Kemahasiswaan) menjadi momentum Mahasiswa baru (Maba) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) untuk unjuk rasa terkait mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Realisasi Program Ma'had tepat di depan Wakil Rektor 3, Minggu 6 Agustus 2023. Aksi yang bertempat di depan Land Mark Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang tersebut di latar belakangi atas ketidakkepuasan MABA FISIP tentang UKT yang begitu mahal, UKT yang tidak tepat sasaran dan Realisasi Program Ma'had yang masih jauh dari kata memuaskan untuk para MABA. Massa Aksi membentangkan spanduk yang bertuliskan "Tolak Komersialisasi Pendidikan, Tolong Kami", "Regulasi Ma'had ugal-ugalan pelan-pelan pak Rektor". Aksi yang berlangsung pada pukul 17.20 WIB, secara kebetulan tepat berada di depan Wakil Rektor 3 yaitu  Achmad Arief Budiman dan disaksikan oleh nya secara langsung. "Mari kita kawal bersama adek-adek

Kampus UIN Walisongo disebut Anti Kritik, Begini Tanggapan Mahasiswa Baru Sosiologi 2023

      http://www.lpmreference.com Kampus UIN Walisongo Semarang disebut anti kritik, hal ini diungkapkan  mahasiswa baru Sosiologi angkatan 2023. Baru-baru ini, pada pelaksanaan hari pertama PBAK terpantau ada spanduk yang terpasang di sekitar gedung FISIP UIN Walisongo Semarang diturunkan oleh pihak kampus. Spanduk tersebut berisi kritik terhadap kebijakan kampus seperti isu UKT, isu ma'had, komersialisasi pendidikan dan sebagainya.  "Bahwa pihak kampus telah membatasi ruang kebebasan ekspresi untuk mahasiswa menyuarakan suaranya." Padahal kampus seharusnya menjadi tempat pendidikan yang merdeka bagi para Mahasiswa, " ungkap Kia Mahasiswa Baru Sosiologi 2023.  Menurut Kia, bahwa adanya sebuah kritik justru akan membuat kampus menjadi lebih baik. Bukan malah dibungkam seperti itu.  Sementara itu, Gibran, Mahasiswa baru Sosiologi 2023 mengatakan bahwa isu ma'had merupakan hal yang paling krusial dan patut kita kawal bersama-sama. Namun tidak pernah  mendapatkan pe