Skip to main content

Peran Media Massa di Tengah Pandemi Covid-19


Sejak dideteksi adanya virus covid-19 sekitar akhir bulan Desember 2019 hingga sekarang, masih sangat meresahkan seluruh lapisan masyarakat. Ketika virus ini masuk di Indonesia yang mana awal mula sekitar 3 korban sekarang mejadi ribuan orang terinfeksi virus covid-19. Hal ini membuat pemerintah membuat kebijakan baru seperti kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Beskala Besar) sekitar bulan Maret hingga sekitar bulan Juni lalu. Setelah melewati masa PSBB, Pemerintah menerapkan New Normal sesuai dengan protokol kesehatan yang sudah disepakati.

Kegiatan yang serba online membuat media massa sebagai penghubung komunikasi antara satu sama lain demi memutus rantai penyebaran virus covid-19. Meskipun kegiatan di luar sudah boleh dilakukan meskipun terbatas dan sesuai protokol kesehatan, namun belum banyak kegiatan offline yang dilakukan. Peran media massa di tengah pandemi covid-19 sebagai salah satu wadah sumber penyampaian informasi baik informasi tentang perkembangan virus covid-19 ataupun sebagai media edukasi ketika kegiatan pembelajaran, pekerjaan berlangsung.

Ketika dalam bermedia sosial penting juga untuk memperhatikan kode etiknya. Ketika dalam membuat berita, memposting, berkomentar juga perlu diperhatikan kode etik dalam bermedia sosial. Karena, beberapa bulan lalu berita hoax tentang penemuan vaksin covid-19. Apalagi di tengah pandemi covid-19 segala kegiatannya serba online para orang tua juga mengawasi anak-anaknya ketika bermain media sosial. Sistem pembelajaran melalui daring dari TK, SD, SMP, SMA membuat orang tua ekstra dalam mengawasi anak-anaknya. Meskipun banyak keluhan orang tua menggunakan sistem daring tapi demi memutus rantai penyebaran Pemerintah juga mengupayakan hal yang terbaik.

Meskipun di new normal ini sudah ada beberapa sekolahan yang membolehkan siswa- siswi nya masuk tapi masih terbatas dan sesuai dengan protokol kesehatan. Media massa sebagai tempat atau wadah kita dalam memperoleh informasi sebanyak- banyaknya. Segala hal informasi bisa kita dapatkan di media massa banyak hal positif yang kita ambil dari media sosial. Namun, ada sisi negatif yang kita dapatkan ketika salah bermain media sosial. Media sosial juga bisa menjadi boomerang bagi diri kita sendiri. Kenapa bisa begitu? Karena kita kurang bijak dalam bermedia sosial. Masih ada orang yang suka memancing keributan di media sosial.

Di media sosial hanya tulisan atau ketikan yang terlihat. Sehingga sebagian  orang yang salah menafsirkan dari informasi tersebut. Sangat penting juga bagi kita sebagai orang awam memilah dan memilih informasi yang benar, dan jangan mudah termakan berita hoax yang belum tentu kebenarannya terjadi. Pemahaman kode etik memang sangat perlu dan penting bagi penulis dan pembaca informasi di tengah pandemic covid-19. Karena keadaan yang masih panas akibat covid-19 sehingg ada beberapa oknum yang ingin membuat tenar.


Penulis: Rinda Setyo Kusumawati

Comments

Popular posts from this blog

Fenomena Bahasa Campur-Campur ala “Anak Jaksel”

Gambar 1.1. Contoh meme yang membahas karakteristik “anak Jaksel”. Belakangan ini media sosial seperti Twitter dan Instagram ramai menyinggung fenomena tentang bentuk komunikasi yang terkenal kerap menyisipkan bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia. Cara bicara tersebut dianggap sebagai gaya bahasa anak-anak yang tinggal di Jakarta Selatan atau biasa disebut “a nak Jaksel ” . Kata yang umum dipakai antara lain adalah which is (yang), literally (secara harfiah), at least (minimal), even (bahkan), dan lain-lain. Gaya bahasa tersebut pun makin populer karena banyak selebrit as , pegiat Twitter, pegiat Instagram, dan pegiat Youtube atau video bloger juga menggunakan gaya bahasa tersebut dalam konten-konten yang mereka buat, sehingga makin marak diperbincangkan di kalangan warganet , yakni seseorang yang aktif mengakses internet, khususnya media sosial dalam kesehariannya. Mengutip tulisan tirto.id berjudul Gaya Bahasa ala “ A nak Jaksel” di Kalangan Pejabat

Kecewa UKT Mahal, MABA FISIP Gelar Unjuk Rasa di Depan WR 3

      http://www.lpmreference.com Hari terakhir PBAK (Pengenalan Budaya Akademik Kemahasiswaan) menjadi momentum Mahasiswa baru (Maba) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) untuk unjuk rasa terkait mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Realisasi Program Ma'had tepat di depan Wakil Rektor 3, Minggu 6 Agustus 2023. Aksi yang bertempat di depan Land Mark Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang tersebut di latar belakangi atas ketidakkepuasan MABA FISIP tentang UKT yang begitu mahal, UKT yang tidak tepat sasaran dan Realisasi Program Ma'had yang masih jauh dari kata memuaskan untuk para MABA. Massa Aksi membentangkan spanduk yang bertuliskan "Tolak Komersialisasi Pendidikan, Tolong Kami", "Regulasi Ma'had ugal-ugalan pelan-pelan pak Rektor". Aksi yang berlangsung pada pukul 17.20 WIB, secara kebetulan tepat berada di depan Wakil Rektor 3 yaitu  Achmad Arief Budiman dan disaksikan oleh nya secara langsung. "Mari kita kawal bersama adek-adek

Kampus UIN Walisongo disebut Anti Kritik, Begini Tanggapan Mahasiswa Baru Sosiologi 2023

      http://www.lpmreference.com Kampus UIN Walisongo Semarang disebut anti kritik, hal ini diungkapkan  mahasiswa baru Sosiologi angkatan 2023. Baru-baru ini, pada pelaksanaan hari pertama PBAK terpantau ada spanduk yang terpasang di sekitar gedung FISIP UIN Walisongo Semarang diturunkan oleh pihak kampus. Spanduk tersebut berisi kritik terhadap kebijakan kampus seperti isu UKT, isu ma'had, komersialisasi pendidikan dan sebagainya.  "Bahwa pihak kampus telah membatasi ruang kebebasan ekspresi untuk mahasiswa menyuarakan suaranya." Padahal kampus seharusnya menjadi tempat pendidikan yang merdeka bagi para Mahasiswa, " ungkap Kia Mahasiswa Baru Sosiologi 2023.  Menurut Kia, bahwa adanya sebuah kritik justru akan membuat kampus menjadi lebih baik. Bukan malah dibungkam seperti itu.  Sementara itu, Gibran, Mahasiswa baru Sosiologi 2023 mengatakan bahwa isu ma'had merupakan hal yang paling krusial dan patut kita kawal bersama-sama. Namun tidak pernah  mendapatkan pe