Skip to main content

Covid-19 Dan Hubungan Kausalitas Dalam Islam

 

manusia dan kausalitas (pixabay.com)


Covid 19 masih menjadi momok yang kerap menemani di sepanjang tahun 2020 dan masih berlanjut sampai dengan sekarang. Setiap hari portal berita, maupun media sosial ataupun acara televisi selalu memberikan perkembangan jumlah terpapar maupun sembuh secara berkala. Hal itu dilakukan untuk memantau perkembangan dan menghimbau guna menekan angka penyebaran virus ini.

Berbagai bidang kehidupan mengalami dampak dengan adanya virus ini, baik bidang kesehatan, sosial, ekonomi, politik maupun bidang yang lain. Dan setiap bidang memilliki pandangan yang berbeda dalam melihat fenomena ini. namun bagaimana jadinya jika kita melihat dari sudut pandang islam, dalam hal ini hubungan kausalitas dengan adanya covid-19, akan menjadi bahasan kita saat ini.

Hukum kausalitas atau dalam bahasa arabnya disebut asbab wa musabbabat  (Sebab-akibat) memiliki dua makna konteks tasabbub (sebab-sebab) yaitu makna natural dan makna kontekstual. Arti natural bermakna sesuatu yang terjadi menurut kelaziman yang bersifat tetap dan pasti dalam bentuk hukum alam, sedangkan kultural menganggap berwujud dalam bentuk budaya yang bersifat universal. Memahami keduanya akan memudahkan kita mencerna output dari kaulitas yang terjadi.

Mempercayai hukum kausalitas sebagai  sunatullah berarti meyakini bahwa Allah lah, yang menciptakan segala sebab dan juga segala akibat. Tetapi manusia juga terlibat dalam mendatangakan suatu sebab yang dapat menimbulkan suatu akibat. Dari sini dapat dipahami bahwa di samping ada sebab pertama yakni Tuhan, terdapat juga rentetan sebab sesudah rentetan sebab peretama dimana manusia juga terlibat dalam rentetan tersebut.

Aristoteles mengakui adanya sebab pertama  bagi alam semesta ini, ia  sebut sebagai "penggerak utama" yang bagi filsuf setelahnya  disebut sebagai Tuhan. Selanjutnya  Al farabi mencoba menjelaskan bagaimana sifat plural dapat timbul dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurutnya wujud yang wajib adalah wujud Tuhan itu sendiri, sedangkan wujud yang bersifat mungkin adalah segala yang timbul setelah sebab pertama dan akan berakhir pada sebab pertama, karena tidak memiliki sebab yang lain lagi. Dalam hal ini berarti dapat dimaknai bahwa Covid 19 adalah sebab Tuhan, namun akan menjadi akibat karena kemungkinan perilaku manusia sendiri.

Hukum kausalitas disebut juga sebagai argumen kosmologi, dalam filsafat agama dan teologi. Dalam perspektif syariat islam, kausalitas menurut Al syatibi  menyatakan bahwa segala sebab tidak berdiri sendiri dan tanpa tujuan tetapi Allah mengadakan semuanya agar dari sebab-sebab itu dapat lahir akibat-akibat yang di Kehendaki Nya. Atas argumentasi Al syatibi menjadi alasan pula para fuqaha menerapkan metode qiyas, istihsan dan istishlah yang tidak ada di Al qur'a dan As sunah namun akal dapat memahami isi kemaslahatannya.

Berbeda  dengan Al syatibi, Al ghazali adalah yang paling giat menentang argumentasi kosmologinya. Menurut Al ghazali di kitab  Tahafut al  falafaasih, Tuhan  berbuat secara langsung tanpa perantara (sebab), tidak ada rentetan sebab akibat yang ada hanya satu-satunya sebab yang diakunya adalah Tuhan. Oleh karenanya al Ghazali percaya tidak ada hubungan hilang dahaga dan minum, sebab minum itu hanya  air dan merupakan benda mati yang tidak memiliki sebab (kekuatan) kecuali Tuhan.

Sedangkan itu, golongan al Asy'ariyah dan golonngan Mu'tazilah saling bebeda pendapat. Al asy'arih lebih menekankan kekuasaan mutlak Allah dalam berbuat tanpa sebab-akibat, sedangkan Mu'tazilah beranggapan bahwa  suatu akibat mengikut pada setiap sebabnya (seseorang) namun tidak menafikan kuasa Tuhan. Oleh karena itu, menurut Mu'tazilah orang terkena Covid (akibat) adalah sebab manusia itu sendiri berbeda pandangan dengan Aristoteles diatas bahwa covid akibat penggerak utama atau Tuhan.

Dalam proses sebab-akibat ini, manusia menjadi pengantar kepada terjadinya suatu akibat. Tuhan memberlakukan hukum kausalitas yang di dalamnya manusia berfungsi mengadakan tindakan yang berefek pada lahirnya suatu akibat. Meski demikian, manusia bukanlah pencipta akibat-akibat dan bebas dari kausalitas ciptaan Tuhan.

Oleh karena itu, Menusia  ikut bertanggung jawab atas perbuatanya sendiri, sehingga perbuatan manusia  tetap mempunyai efek dalam mewujudkan sebab akibat. Karenanya, keberadaan Covid-19 tidak bisa kita sepenuhnya kita salahkan sebagai sebab, bisa jadi ia hadir akibat perilaku manusia itu sendiri diantaranya mengusik ekosistem alam. Kemudian, sedikit atau banyak terpapar Covid-19 bisa jadi kebalikannya sebab manusia itu sendiri, sehingga membawa akibat tertular virus ini.


Penulis : Inas Ghilda

Comments

Popular posts from this blog

Fenomena Bahasa Campur-Campur ala “Anak Jaksel”

Gambar 1.1. Contoh meme yang membahas karakteristik “anak Jaksel”. Belakangan ini media sosial seperti Twitter dan Instagram ramai menyinggung fenomena tentang bentuk komunikasi yang terkenal kerap menyisipkan bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia. Cara bicara tersebut dianggap sebagai gaya bahasa anak-anak yang tinggal di Jakarta Selatan atau biasa disebut “a nak Jaksel ” . Kata yang umum dipakai antara lain adalah which is (yang), literally (secara harfiah), at least (minimal), even (bahkan), dan lain-lain. Gaya bahasa tersebut pun makin populer karena banyak selebrit as , pegiat Twitter, pegiat Instagram, dan pegiat Youtube atau video bloger juga menggunakan gaya bahasa tersebut dalam konten-konten yang mereka buat, sehingga makin marak diperbincangkan di kalangan warganet , yakni seseorang yang aktif mengakses internet, khususnya media sosial dalam kesehariannya. Mengutip tulisan tirto.id berjudul Gaya Bahasa ala “ A nak Jaksel” di Kalangan Pejabat

Kecewa UKT Mahal, MABA FISIP Gelar Unjuk Rasa di Depan WR 3

      http://www.lpmreference.com Hari terakhir PBAK (Pengenalan Budaya Akademik Kemahasiswaan) menjadi momentum Mahasiswa baru (Maba) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) untuk unjuk rasa terkait mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Realisasi Program Ma'had tepat di depan Wakil Rektor 3, Minggu 6 Agustus 2023. Aksi yang bertempat di depan Land Mark Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang tersebut di latar belakangi atas ketidakkepuasan MABA FISIP tentang UKT yang begitu mahal, UKT yang tidak tepat sasaran dan Realisasi Program Ma'had yang masih jauh dari kata memuaskan untuk para MABA. Massa Aksi membentangkan spanduk yang bertuliskan "Tolak Komersialisasi Pendidikan, Tolong Kami", "Regulasi Ma'had ugal-ugalan pelan-pelan pak Rektor". Aksi yang berlangsung pada pukul 17.20 WIB, secara kebetulan tepat berada di depan Wakil Rektor 3 yaitu  Achmad Arief Budiman dan disaksikan oleh nya secara langsung. "Mari kita kawal bersama adek-adek

Kampus UIN Walisongo disebut Anti Kritik, Begini Tanggapan Mahasiswa Baru Sosiologi 2023

      http://www.lpmreference.com Kampus UIN Walisongo Semarang disebut anti kritik, hal ini diungkapkan  mahasiswa baru Sosiologi angkatan 2023. Baru-baru ini, pada pelaksanaan hari pertama PBAK terpantau ada spanduk yang terpasang di sekitar gedung FISIP UIN Walisongo Semarang diturunkan oleh pihak kampus. Spanduk tersebut berisi kritik terhadap kebijakan kampus seperti isu UKT, isu ma'had, komersialisasi pendidikan dan sebagainya.  "Bahwa pihak kampus telah membatasi ruang kebebasan ekspresi untuk mahasiswa menyuarakan suaranya." Padahal kampus seharusnya menjadi tempat pendidikan yang merdeka bagi para Mahasiswa, " ungkap Kia Mahasiswa Baru Sosiologi 2023.  Menurut Kia, bahwa adanya sebuah kritik justru akan membuat kampus menjadi lebih baik. Bukan malah dibungkam seperti itu.  Sementara itu, Gibran, Mahasiswa baru Sosiologi 2023 mengatakan bahwa isu ma'had merupakan hal yang paling krusial dan patut kita kawal bersama-sama. Namun tidak pernah  mendapatkan pe