Skip to main content

Covid 19 Antara Keresahan dan Pengambilan Keputusan

 

 

Terkadang Keresahan mengatur Pengambilan keputusan (Pixabay.com)

Covid 19 telah merevolusi tatanan manusia di tahun 2020. Bagaimana tidak, berbagai bidang kehidupan ikut terdampak dan dipaksa harus menyesuaikan dengan keadaan yang terjadi. Jika tidak, maka yang terjadi selanjutnya adalah kita akan tertinggal dan kena dampaknya, dalam hal ini perubahan adalah sebuah keniscayaan.

Pemerintah telah berusaha dengan memberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) atau kebijakan sejenis. Tujuannya, untuk memperkecil penebaran virus ini dan percepatan penanggulangannya. Seringkali suatu kebijakan dibuat dengan berbagai pertimbangan, dan dari pertimbangan itu setelah dirasa cukup maka akan muncul suatu pengambilan keputusan.

Pengambilan keputusan sederhananya adalah sebuah langkah untuk menentukan sikap, baik melakukan ataupun tidak melakukan, baik untuk ranah individu maupun ruang lingkup yang lebih luas. Seringkali pada tahap pertimbangan banyak alasan yang mendasari dengan memperhatikan sebuah sebab akibat yang akan terjadi. Sebuah keputusan yang baik adalah keputusan yang dianggap tepat untuk menjawab sikap seseorang untuk memutuskan bertindak.

Dalam pendekatan teori tindakan Max Weber, dalam melihat pengambilan keputusan sering dilandasi dengan suatu pilihan rasional (dapat dinalar dan diperhitungkan) dengan mempertimbangkan jenis tindakan apa yang sesuai untuk melakukan pengambilan keputusan. Setidaknya ada 4 hal yang melandasi teori tindakan berdasarkan pilihan rasionalnya, yaitu : Rasional Instrumental, 2. Rasional kultural (kebiasaan), 3.Rasional Afeksi, dan 4. rasional Nilai dan norma. Sehingga pengambilan keputusan dapat lebih dipahami, dengan jenis apa yang mendasarinya.

Berbeda dengan Keresahan, keresahan hadir sebab ada perasaan yang sedang berkecamuk bersama kerusuhan hati.  Ketika seseorang mengambil tindakan dan keputusan, hal yang dapat dirasionalkan atau dianggap wajar adalah karena perasaan khawatirnya, sehingga mendorong seseorang untuk menjadikan motif rasional perasaan (afeksi) menjadi sebuah landasan pembuatan keputusan. Namun, pada poin ini keresahan bukanlah satu-satunya landasan untuk mendorong pengambilan keputusan apalagi dengan kondisi pandemi yang semakin menjadi terkadang penggunaan afeksi yang berlebih malah menjadikan cara yang berfikir tidak rasional atau wajar sehingga harus pintar dalam menempatkan.

Sedangkan pengambilan keputusan berdasarkan intrumental, hal ini dilandasi bahwa keputusan itu bisa menjadi alat, untuk hal ini sebagai jalan keluar. Jika Covid adalah sebuah ancaman, bagaimana sikap kita mendasari ancaman tersebut dengan jalan keluar yang telah disediakan. Meskipun dalam hal ini urgensi individu melihat covid satu dengan yang lain pasti berbeda- beda.

Di ranah kultural, kebiasaan bisa menjadi alasan yang wajar (rasional) sebagai suatu pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan. Sehingga hal ini yang menyebabkan pula sebagian daerah di Indonesia menerapkan atau tidaknya kebijakan lockdown pada daerah yang berbeda, dan dalam waktu yang berbeda karena memang kebiasaan setiap orang atau wilayah juga berbeda.  Sehingga pengambilan keputusan-keputusan bisa lebih didasarkan atas keputusan banyak orang.

Untuk pengambilan keputusan yang terakhir didasarkan pada sistem kepercayaan (nilai) dan norma yang berlaku di suatu masyarakat atau bagi tataran individu. Biasanya pengambilan keputusan didasarkan atas nilai yang dianggap penting atau akan mengancam norma yang berlaku. Sehingga pilihan rasional tindakan dalam pengambilan keputusan ini selalu didasarkan pada nilai dan norma yang juga menyangkut hak hidup orang banyak.

Oleh karena itu, keresahan yang terjadi di masyarakat dalam pengambilan keputusan baik bagi Pemerintah ataupun masyarakat itu sendiri, cenderung didasarkan pada tempat jenis alasan ini. Sehingga bisa jadi orang-orang yang tertib dalam mematuhi protokol kesehatan karena dilatar belakangi dengan pengambilan keputusan yang telah dasarkan sebelumnya. Sehingga memahami tiap jenis pengambilan keputusan, dapat memberi kita pandangan bahwa keresahan itu bukan hanya yang semata menjadi alasan suatu sikap atau pengambilan keputusan, namun juga didasarkan atas jenis pertimbangan yang diambilnya.


Penulis : Afifah Indrawati

Comments

Popular posts from this blog

Kecewa UKT Mahal, MABA FISIP Gelar Unjuk Rasa di Depan WR 3

      http://www.lpmreference.com Hari terakhir PBAK (Pengenalan Budaya Akademik Kemahasiswaan) menjadi momentum Mahasiswa baru (Maba) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) untuk unjuk rasa terkait mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Realisasi Program Ma'had tepat di depan Wakil Rektor 3, Minggu 6 Agustus 2023. Aksi yang bertempat di depan Land Mark Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang tersebut di latar belakangi atas ketidakkepuasan MABA FISIP tentang UKT yang begitu mahal, UKT yang tidak tepat sasaran dan Realisasi Program Ma'had yang masih jauh dari kata memuaskan untuk para MABA. Massa Aksi membentangkan spanduk yang bertuliskan "Tolak Komersialisasi Pendidikan, Tolong Kami", "Regulasi Ma'had ugal-ugalan pelan-pelan pak Rektor". Aksi yang berlangsung pada pukul 17.20 WIB, secara kebetulan tepat berada di depan Wakil Rektor 3 yaitu  Achmad Arief Budiman dan disaksikan oleh nya secara langsung. "Mari kita kawal bersama adek-adek

Kampus UIN Walisongo disebut Anti Kritik, Begini Tanggapan Mahasiswa Baru Sosiologi 2023

      http://www.lpmreference.com Kampus UIN Walisongo Semarang disebut anti kritik, hal ini diungkapkan  mahasiswa baru Sosiologi angkatan 2023. Baru-baru ini, pada pelaksanaan hari pertama PBAK terpantau ada spanduk yang terpasang di sekitar gedung FISIP UIN Walisongo Semarang diturunkan oleh pihak kampus. Spanduk tersebut berisi kritik terhadap kebijakan kampus seperti isu UKT, isu ma'had, komersialisasi pendidikan dan sebagainya.  "Bahwa pihak kampus telah membatasi ruang kebebasan ekspresi untuk mahasiswa menyuarakan suaranya." Padahal kampus seharusnya menjadi tempat pendidikan yang merdeka bagi para Mahasiswa, " ungkap Kia Mahasiswa Baru Sosiologi 2023.  Menurut Kia, bahwa adanya sebuah kritik justru akan membuat kampus menjadi lebih baik. Bukan malah dibungkam seperti itu.  Sementara itu, Gibran, Mahasiswa baru Sosiologi 2023 mengatakan bahwa isu ma'had merupakan hal yang paling krusial dan patut kita kawal bersama-sama. Namun tidak pernah  mendapatkan pe

Fenomena Bahasa Campur-Campur ala “Anak Jaksel”

Gambar 1.1. Contoh meme yang membahas karakteristik “anak Jaksel”. Belakangan ini media sosial seperti Twitter dan Instagram ramai menyinggung fenomena tentang bentuk komunikasi yang terkenal kerap menyisipkan bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia. Cara bicara tersebut dianggap sebagai gaya bahasa anak-anak yang tinggal di Jakarta Selatan atau biasa disebut “a nak Jaksel ” . Kata yang umum dipakai antara lain adalah which is (yang), literally (secara harfiah), at least (minimal), even (bahkan), dan lain-lain. Gaya bahasa tersebut pun makin populer karena banyak selebrit as , pegiat Twitter, pegiat Instagram, dan pegiat Youtube atau video bloger juga menggunakan gaya bahasa tersebut dalam konten-konten yang mereka buat, sehingga makin marak diperbincangkan di kalangan warganet , yakni seseorang yang aktif mengakses internet, khususnya media sosial dalam kesehariannya. Mengutip tulisan tirto.id berjudul Gaya Bahasa ala “ A nak Jaksel” di Kalangan Pejabat