Skip to main content

Bumi Manusia: Tidak hanya sekedar kisah cinta remaja

Ilustrasi pamflet film (google image)

Produser: Frederica
Rumah Produksi: Falcon Pictures
Produksi: 2019
Sutradara: Hanung Bramnatyo
Penulis Skenario: Salman Aristo
Pemeran: Iqbaal Ramadhan, Mawar De Jongh, Sha Ine Febriyanti, Jerome Kurnia

Bumi Manusia film yang diangkat dari novel Pramoedya Ananta Toer lebih dari sekedar kisah percintaan dua remaja, tetapi lebih dari itu. Walaupun Hanung Bramantyo (Ayat-ayat Cinta, Kartini) memfokuskan filmnya kearah percintaan. Hanung bertandem dengan Salman Aristo (Laskar Pelangi, Jakarta Maghrib). Walau sebelumnya film ini banyak terjadi kontroversi, pada akhirnya film ini selesai juga.

Minke (Iqbaal Ramadhan) seorang pribumi yang beruntung karena bisa sekolah di Hogere Burgerschool atau biasa disebut HBS. Dari sini Minke berteman dengan Surhoof (Jerome Kurnia). Pada suatu hari Surhoof mengajak Minke untuk berkunjung ke suatu tempat, Surhoof mengajak Minke karena ingin memberitahu ada perempuan cantik bernama Annelies (Mawar De Jongh). Annelies merupakan gadis Indo (Indonesia-Belanda) yang cantik yang ingin menjadi pribumi. 

Sesampainya Minke dan Surhoof dirumah Annelies yang besar, keluarlah Robert (Giorgino Abraham). Minke mendapat sambutan yang kurang baik dari Robert, wajar saja Minke sebagai pribumi tentu direndahkan. Bertemulah Minke dengan Annelies. Terlihat dari tatapan Minke kalau ia langsung jatuh cinta kepada Annelies. 

Minke bertemu juga dengan Nyai Ontosoroh (Sha Ine Febriyanti) yakni ibunya Annelies. Nyai Ontosoroh seorang perempuan yang kuat, tidak ingin ditindas oleh Indo maupun Belanda. Bahkan suaminya sekalipun tunduk kepada Nyai. Nyai juga kaya akan pengetahuan, menggantikan peran suami yang doyan mabuk, dan juga menjadi ketua dalam bisnis keluarga Hellema. Hal inilah yang membuat Minke takjub.

Semenjak pertemuan pertama, Minke dan Annelies menjalankan kisah cintanya yang didukung Nyai Ontosoroh, walau begitu kehidupan cinta mereka tidak akan mudah, seorang pribumi berpasangan dengan Indo akan mendapatkan cemooh warga, bahkan orang tua Minke tidak menyetujui hubungan mereka.

Hanung Bramantyo berhasil mengonversikan film yang berdurasi 3 jam ini tidak terasa melelahkan, walaupun sepanjang film kita akan disuguhi banyak konflik percintaan Minke dan Annelies tetapi alurnya berjalan baik, ini tidak terlepas dari penulis scenario Salman Aristo yang memang sudah tidak diragukan lagi kualitas penulisannya. Walaupun begitu bukan berarti aspek naskah di Bumi Manusia tanpa kekurangan.

Sayangnya banyak plot yang hanya sebagai pemanis saja, ketika Minke sudah ketahuan berhubungan dengan Annelies oleh ayahnya, Minke dicambuk oleh ayahnya (Donny Damara). Dari sini kita melihat bagaimana karakter ayahnya. Tetapi setelah itu tidak ada pengembangan karakter ayah Minke, setelah Minke dicambuk, ayahnya ini lantas menghilang begitu saja. 

Lalu perubahan karakter pada Surhoof, yang awalnya dekat dengan Minke menjadi seperti memusuhi Minke. Perubahan karakternya tidak dikembangkan dengan baik, walaupun dia akhir terungkap mengapa Surhoof menjadi seperti itu. Keterbatasan screentime dan dialog juga tentunya yang membuat pengembangan karakternya kurang baik.

Kemudian, ada plot kasus yang cukup besar melibatkan Robert, tetapi lagi-lagi plotnya seakan jalan ditempat. Dari segi akting sangat disayangkan Iqbal gagal memerankan Minke, Iqbal disini masih belum terlepas dari karakter Dilan yang kuat. Ada dimana momen puncak cerita Iqbal terlihat terlalu berusaha dalam aktingnya. 

Sebaliknya dengan Iqbal, Mawar De Jongh berhasil memerankan Annelies dengan baik. Akting tebaik sekaligus magnet dalam Bumi Manusia adalah Sha Ine Febriyanti. Dalam memerankan karakter Nyai Ontosoroh Sha Ine memerankannya dengan sangat baik. Bumi Manusia seakan bukan panggung untuk Minke melainkan panggung untuk Sha Ine Febriyanti.

Dari segi artistik sebenarnya Bumi Manusia berpotensi bagus karena set yang dibangun memang terlihat mahal dan berusaha terlihat seperti tahun 1800an, tetapi kesalahan fundamental dalam artistik disini adalah cat yang masih belum kering, ini sangat mengganggu seakan melihat pentas teater. 

Atmosfer zaman dulunya menjadi tidak terasa.
Diluar kekurangannya, Bumi Manusia berhasil menyampaikan isu sosial dengan cukup halus yakni masalah orang “barat” lebih tinggi derajatnya dibanging pribumi, dalam kasus Robert, ia ingin menjadi orang Belanda karena ia merasa orang Belanda lebih tinggi daripada orang nusantara (Indonesia pada waktu itu) yang rendah. 

Kasus ini terjadi di lingkungan kita saat ini sebagai contoh saat kita pergi ke tempat makan, kalau orang pribumi memakai kaos dan sendal jepit tidak dibolehkan masuk, tetapi kalau orang asing boleh-boleh saja.

Keseluruhan walaupun banyak lubang dalam penulisan. Bumi manusia berhasil menyajikan drama kolosal selama 3 jam dengan baik tanpa terasa melelahkan, ditambah penampilan Sha Ine Febriyanti yang mencuri perhatian.

Peresensi : Erlangga Nabil Nurfalih 

Comments

Popular posts from this blog

Menengok Kembali Sejarah Perkembangan Gawai Dari Abad 19 Sampai Sekarang

Sumber foto: https://www.ngerangkum.com Memasuki abad ke-20 kehidupan manusia mulai disibukkan dengan berbagai macam perubahan yang terjadi secara evolusioner. Perubahan-perubahan tersebut terlihat mencolok pada aspek teknologi. Berbagai pembaruan dan kecanggihan teknologi dihadirkan dalam kehidupan manusia. Perlahan namun pasti, hadirnya teknologi mengubah hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Era saat ini juga bisa disebut dengan era digital, era di mana  aktivitas manusia bergantung pada teknologi. Lalu bagaimana bisa aktivitas manusia bergantung pada teknologi? Bahkan bisa dikatakan manusia tidak bisa lepas dari hal tersebut. Simpel sekali, sebut saja yang paling dekat dengan kehidupan manusia setiap harinya, yaitu gawai. Gawai atau nama lain dari gadget yang kemudian karena kecanggihan dan kepintarannya kita biasa menyebutnya dengan smartphone . Dari waktu ke waktu gawai telah mengalami perkembangan teknologi yang cukup signifikan. Jika dulu gawai hanya sebatas pengguna

Mic UKM-U KSMW Diduga Disabotase Pasca Ungkap Keburukan Birokrasi

LPM REFERENCE— Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas (UKM-U) Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo (KSMW) terjun ke Gedung Serba Guna di Kampus 3 UIN Walisongo Semarang untuk melakukan expo UKM-U (11/08/2024). KSMW menampilkan orasi yang disampaikan oleh Kamil di hadapan mahasiswa baru angkatan 2024. Dalam orasinya, Kamil mengungkapkan fakta-fakta terkait kondisi birokrasi kampus yang dinilainya buruk. "Kalian adalah sapi-sapi perah penghasil UKT," ujar Kamil dalam orasinya. Namun, sesaat setelah pernyataan tersebut, microphone yang digunakan Kamil tiba-tiba mati. Meskipun demikian, Kamil tetap melanjutkan orasinya dan kembali menjelaskan mengenai UKM-U KSMW. Ketika Kamil menyebut istilah "UIN Komersil," microphone yang digunakan kembali mati. Kejadian ini memunculkan kecurigaan di kalangan peserta, terutama karena sebelumnya UKM-U Kopma yang juga menyampaikan presentasi tidak mengalami kendala teknis apapun. Bahkan, ketika KSMW mencoba menggunakan tiga microphone yang b

Fenomena Bahasa Campur-Campur ala “Anak Jaksel”

Gambar 1.1. Contoh meme yang membahas karakteristik “anak Jaksel”. Belakangan ini media sosial seperti Twitter dan Instagram ramai menyinggung fenomena tentang bentuk komunikasi yang terkenal kerap menyisipkan bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia. Cara bicara tersebut dianggap sebagai gaya bahasa anak-anak yang tinggal di Jakarta Selatan atau biasa disebut “a nak Jaksel ” . Kata yang umum dipakai antara lain adalah which is (yang), literally (secara harfiah), at least (minimal), even (bahkan), dan lain-lain. Gaya bahasa tersebut pun makin populer karena banyak selebrit as , pegiat Twitter, pegiat Instagram, dan pegiat Youtube atau video bloger juga menggunakan gaya bahasa tersebut dalam konten-konten yang mereka buat, sehingga makin marak diperbincangkan di kalangan warganet , yakni seseorang yang aktif mengakses internet, khususnya media sosial dalam kesehariannya. Mengutip tulisan tirto.id berjudul Gaya Bahasa ala “ A nak Jaksel” di Kalangan Pejabat