Skip to main content

Tuntutan Nasib Buruh Di tengah Pandemi

Gambar Ilustrasi

Dengan protokol physical distancing sebagai langkah pemutusan penyebaran virus, tentu berdampak luas pada seluruh sektor terutama ketenagakerjaan. Menempatkan ekonomi diatas keselamatan manusia bukan menjadi solusi. “Nasib pandemi habis di PHK sampe rumah istri juga dikurangi jam kerjanya, gimana nasib biaya sehari-hari”, begitulah keluhan Yudi pegawai pabrik di Genuk, Semarang.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, sekitar 1, 94 juta pekerja terkena imbas covid-19. Dengan bentuknya yang beragam, sektor perusahaan yang tidak ingin merugi terpaksa mempekerjakan pegawai di rumah, pengurangan jam kerja, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan cuti tanpa gaji.

Pengangguran di musim pandemi semakin meningkat, dikarenakan keuangan perusahaan yang menurun akibat berkurangnya aktivitas masyarakat. Beban tenaga kerja yang meningkat tidak seimbang, dengan permintaan pasar membuat perusahaan tidak ingin merugi lebih banyak. Hal tersebut membuat krisis ekonomi dunia dan meruntuhkan seluruh sektor lainnya.

Dalam rangka  peringatan Hari Buruh Sedunia pada tanggal 1 Mei 2020 tidak menyulutkan semangat para buruh untuk menyuarakan keluhan yang dialami mengusung. Beberapa isu yang menjadi tuntutan yakni menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja, menghentikan PHK masal ditengah pandemi yang semakin meningkat dan memberikan cuti dengan upah yang sesuai.

Buruh telah memainkan peran penting dalam sektor ekonomi yang selalu dianggap sebelah mata. Tidak ada perhatian yang maksimal, pemerintah dengan mudahnya memberikan peluang bagi pemilik perusahan untuk mengeksploitasi tenaganya.  Keadaan yang penuh ketidakadilan ketika melihat kelas borjuis memiliki hak istimewa, mengakses sarana kesehatan yang layak, kebutuhan pangan yang terpenuhi dan tempat tinggal yang layak.

Ironisnya para buruh terus dieksploitasi untuk tetap bekerja tanpa APD yang sesuai atau perusahaan memilih jalan mem-PHK dan meliburkan karyawan tanpa memberinya gaji yang sesuai. Dengan ketetapan pemerintah untuk bekerja di rumah kelas borjuis tentu tidak perlu khawatir namun, bagaimana nasib buruh yang kehilangan mata pencaharian ?, ali-alih untuk membeli kebutuhan panganpun tidak mampu.

Keresahan yang mewarnai seluruh sektor, apabila pemerintah mengupayakan maksimal penyelesaian pandemi ini, jika terus berkepanjangan himbauan #DiRumahSaja akan membuat semakin banyak jumlah pengangguran, dan rakyat yang kelaparan.

Penulis : Anggita Widya

Comments

Popular posts from this blog

Fenomena Bahasa Campur-Campur ala “Anak Jaksel”

Gambar 1.1. Contoh meme yang membahas karakteristik “anak Jaksel”. Belakangan ini media sosial seperti Twitter dan Instagram ramai menyinggung fenomena tentang bentuk komunikasi yang terkenal kerap menyisipkan bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia. Cara bicara tersebut dianggap sebagai gaya bahasa anak-anak yang tinggal di Jakarta Selatan atau biasa disebut “a nak Jaksel ” . Kata yang umum dipakai antara lain adalah which is (yang), literally (secara harfiah), at least (minimal), even (bahkan), dan lain-lain. Gaya bahasa tersebut pun makin populer karena banyak selebrit as , pegiat Twitter, pegiat Instagram, dan pegiat Youtube atau video bloger juga menggunakan gaya bahasa tersebut dalam konten-konten yang mereka buat, sehingga makin marak diperbincangkan di kalangan warganet , yakni seseorang yang aktif mengakses internet, khususnya media sosial dalam kesehariannya. Mengutip tulisan tirto.id berjudul Gaya Bahasa ala “ A nak Jaksel” di Kalangan Pejabat

Kecewa UKT Mahal, MABA FISIP Gelar Unjuk Rasa di Depan WR 3

      http://www.lpmreference.com Hari terakhir PBAK (Pengenalan Budaya Akademik Kemahasiswaan) menjadi momentum Mahasiswa baru (Maba) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) untuk unjuk rasa terkait mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Realisasi Program Ma'had tepat di depan Wakil Rektor 3, Minggu 6 Agustus 2023. Aksi yang bertempat di depan Land Mark Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang tersebut di latar belakangi atas ketidakkepuasan MABA FISIP tentang UKT yang begitu mahal, UKT yang tidak tepat sasaran dan Realisasi Program Ma'had yang masih jauh dari kata memuaskan untuk para MABA. Massa Aksi membentangkan spanduk yang bertuliskan "Tolak Komersialisasi Pendidikan, Tolong Kami", "Regulasi Ma'had ugal-ugalan pelan-pelan pak Rektor". Aksi yang berlangsung pada pukul 17.20 WIB, secara kebetulan tepat berada di depan Wakil Rektor 3 yaitu  Achmad Arief Budiman dan disaksikan oleh nya secara langsung. "Mari kita kawal bersama adek-adek

Kampus UIN Walisongo disebut Anti Kritik, Begini Tanggapan Mahasiswa Baru Sosiologi 2023

      http://www.lpmreference.com Kampus UIN Walisongo Semarang disebut anti kritik, hal ini diungkapkan  mahasiswa baru Sosiologi angkatan 2023. Baru-baru ini, pada pelaksanaan hari pertama PBAK terpantau ada spanduk yang terpasang di sekitar gedung FISIP UIN Walisongo Semarang diturunkan oleh pihak kampus. Spanduk tersebut berisi kritik terhadap kebijakan kampus seperti isu UKT, isu ma'had, komersialisasi pendidikan dan sebagainya.  "Bahwa pihak kampus telah membatasi ruang kebebasan ekspresi untuk mahasiswa menyuarakan suaranya." Padahal kampus seharusnya menjadi tempat pendidikan yang merdeka bagi para Mahasiswa, " ungkap Kia Mahasiswa Baru Sosiologi 2023.  Menurut Kia, bahwa adanya sebuah kritik justru akan membuat kampus menjadi lebih baik. Bukan malah dibungkam seperti itu.  Sementara itu, Gibran, Mahasiswa baru Sosiologi 2023 mengatakan bahwa isu ma'had merupakan hal yang paling krusial dan patut kita kawal bersama-sama. Namun tidak pernah  mendapatkan pe