Skip to main content

Menguak Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Tuntutan International Woman’s Day

Selamat Hari Perempuan Internasional, dimana pada hari ini diseluruh lini dunia melakukan aksi solidaritas dalam rangka memperjuangkan Hak Asasi Perempuan dan mewujudkan perdamaian dunia. Dalam aksi peringatan terlihat beberapa tuntutan yang menandakan perempuan sangat rentan terhadap kekerasan, hal tersebut sangat sulit berkurang pasalnya kekerasan yang berbalut dalam kebudayaan selalu dilanggengkan oleh masyarakat kita. 

Dirayakan pada tanggal 8 Maret setiap tahunnya memiliki nilai historis dalam perjuangan kaum perempuan buruh pabrik, yang menuntut kondisi perlakuan kerja yang buruk dan gaji yang tidak sesuai harapan, hingga pada tahun 1977 secara resmi oleh PBB dinyatakan sebagai Hari Perempuan Internasional. Dalam perjalanan panjang isu mengenai perempuan kian merambah tidak hanya hak dalam kerja yang dirampas, tuntutan setiap aksi peringatan Hari Perempuan Internasional saat ini mengenai kesetaraan gender, isu pelecehan seksual dan perlawanan perempuan yang mengalami kekerasan.

Berdasarkan data LRC-KJHAM pada tahun 2019, terdapat 84 kasus kekerasan terhadap perempuan 42 kasus diantarannya menjadi korban kekerasan seksual. Kekerasan terhadap perempuan menjadi sorotan seluruh dunia, perempuan selalu dianggap sebagai simbol kesucian yang perlu dijaga kehormatannya apabila hal tersebut hilang perempuan selalu dianggap sebagai aib dan tidak bisa menjaga diri mereka, dalam kehidupan perempuan selalu rentan terhadap kekerasan dan ketidakadilan. Kekerasan terhadap perempuan tidak hanya berkaitan dengan kehidupan sosial tetapi juga agama, politik, budaya dan ekonomi. Dimana kehidupan antara laki laki dengan perempuan dalam keadaannya mengalami ketimpangan relasi sosial. 

Pada kenyataannya kehidupan sosial masyarakat diwarnai dengan ideologi kultural, struktur masyarakat dan pola relasional yang menjadi pandangan sekaligus tatanan dalam bermasyarakat. Ketika tatanan hidup masyarakat yang telah ada terpengaruh oleh budaya patriarki yang mengakar menaruhkan posisi perempuan menjadi terendah dan laki laki sebagai superior. Kontruksi sosial masyarakat kita yang menjadi laki-laki diuntungkan, sedangkan perempuan hanya diibaratkan konco wingking dalam bahasa jawa atau istilah Macak, Manak dan Masak (3 M) yang menyebabkan perempuan dibatasi dalam ranah publik mereka dianggap tidak mampu dalam hal pengetahuan dan keterampilan.

Hal tersebut dikarenakan adanya stratifikasi sosial yang telah mengakar dan berbalut budaya dalam masyarakat. Dalam proses interaksi di masyarakat, status sosial dan kedudukan perempuan selalu mengalami ketidakadilan mereka selalu menjadi korban dan mengalami diskriminasi dalam masyarakat. Ketika budaya patriarkal terhadap perempuan itu terus diterapkan tanpa adanya perubahan, perempuan akan menjadi dieksploitasi oleh mereka yang dominan yakni laki-laki. 

Kekerasan terhadap perempuan disebabkan oleh beberapa hal seperti budaya patriarki, tafsir agama, previlese dan permisif. Namun, akar kekerasan terhadap perempuan yang terus ada dikarenakan budaya patriarki yang sulit dihapuskan di dalam masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan akan kesadaran dan kepedulian terhadap perempuan, agar perempuan senantiasa mendapatkan tempat yang layak dan setara dengan laki- laki.

Penulis : Anggita Widya

Comments

Popular posts from this blog

Menengok Kembali Sejarah Perkembangan Gawai Dari Abad 19 Sampai Sekarang

Sumber foto: https://www.ngerangkum.com Memasuki abad ke-20 kehidupan manusia mulai disibukkan dengan berbagai macam perubahan yang terjadi secara evolusioner. Perubahan-perubahan tersebut terlihat mencolok pada aspek teknologi. Berbagai pembaruan dan kecanggihan teknologi dihadirkan dalam kehidupan manusia. Perlahan namun pasti, hadirnya teknologi mengubah hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Era saat ini juga bisa disebut dengan era digital, era di mana  aktivitas manusia bergantung pada teknologi. Lalu bagaimana bisa aktivitas manusia bergantung pada teknologi? Bahkan bisa dikatakan manusia tidak bisa lepas dari hal tersebut. Simpel sekali, sebut saja yang paling dekat dengan kehidupan manusia setiap harinya, yaitu gawai. Gawai atau nama lain dari gadget yang kemudian karena kecanggihan dan kepintarannya kita biasa menyebutnya dengan smartphone . Dari waktu ke waktu gawai telah mengalami perkembangan teknologi yang cukup signifikan. Jika dulu gawai hanya sebatas pengguna

Mic UKM-U KSMW Diduga Disabotase Pasca Ungkap Keburukan Birokrasi

LPM REFERENCE— Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas (UKM-U) Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo (KSMW) terjun ke Gedung Serba Guna di Kampus 3 UIN Walisongo Semarang untuk melakukan expo UKM-U (11/08/2024). KSMW menampilkan orasi yang disampaikan oleh Kamil di hadapan mahasiswa baru angkatan 2024. Dalam orasinya, Kamil mengungkapkan fakta-fakta terkait kondisi birokrasi kampus yang dinilainya buruk. "Kalian adalah sapi-sapi perah penghasil UKT," ujar Kamil dalam orasinya. Namun, sesaat setelah pernyataan tersebut, microphone yang digunakan Kamil tiba-tiba mati. Meskipun demikian, Kamil tetap melanjutkan orasinya dan kembali menjelaskan mengenai UKM-U KSMW. Ketika Kamil menyebut istilah "UIN Komersil," microphone yang digunakan kembali mati. Kejadian ini memunculkan kecurigaan di kalangan peserta, terutama karena sebelumnya UKM-U Kopma yang juga menyampaikan presentasi tidak mengalami kendala teknis apapun. Bahkan, ketika KSMW mencoba menggunakan tiga microphone yang b

Fenomena Bahasa Campur-Campur ala “Anak Jaksel”

Gambar 1.1. Contoh meme yang membahas karakteristik “anak Jaksel”. Belakangan ini media sosial seperti Twitter dan Instagram ramai menyinggung fenomena tentang bentuk komunikasi yang terkenal kerap menyisipkan bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia. Cara bicara tersebut dianggap sebagai gaya bahasa anak-anak yang tinggal di Jakarta Selatan atau biasa disebut “a nak Jaksel ” . Kata yang umum dipakai antara lain adalah which is (yang), literally (secara harfiah), at least (minimal), even (bahkan), dan lain-lain. Gaya bahasa tersebut pun makin populer karena banyak selebrit as , pegiat Twitter, pegiat Instagram, dan pegiat Youtube atau video bloger juga menggunakan gaya bahasa tersebut dalam konten-konten yang mereka buat, sehingga makin marak diperbincangkan di kalangan warganet , yakni seseorang yang aktif mengakses internet, khususnya media sosial dalam kesehariannya. Mengutip tulisan tirto.id berjudul Gaya Bahasa ala “ A nak Jaksel” di Kalangan Pejabat