Skip to main content

Gus Dur, Sosok Pemimpin Bangsa





sumber foto: https://www.kompasiana.com/akhmadmaulana
Kepemimpinan merupakan rangkaian kegiatan yang menggerakan orang lain ke arah tertentu. Namun kepemimpinan tidak akan berhasil jika hanya dikerjakan oleh satu orang saja. Artinya seorang pemimpin sudah seharusnya memberikan arahan, agar suatu lembaga dapat berjalan selaras sebagaimana mestinya untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Pemimpin memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membawa kelompoknya untuk mencapai suatu tujuan sesuai dengan visi dan misinya. Namun banyak yang kebingungan dalam menentukan bagaimana seharusnya seorang pemimpin itu, apakah pemimpin yang ideal adalah mereka yang cerdas dan berintegritas, merakyat atau bahkan mereka yang punya pengalaman dan relasi segudang. Ketika kita kembali menengok ke belakang, Indonesia pernah punya sosok pemimpin yang ideal, baik dalam struktur bernegara maupun dalam struktur golongan tertentu. Gus Dur, begitulah beliau sering dipanggil dan dijuluki dengan sebutan Kyai Bangsa.
Gus Dur lahir dari kalangan pesantren yang kental dengan ilmu agama, di bawah asuhan ayahnya KH. Wahid Hasyim dan kakeknya KH. Hasyim Asy’ari. Gus Dur di waktu kecil sangat gemar memanjat pohon sambil makan, sehingga tangannya pernah patah dua kali. Kemudian, saat beranjak remaja ayahnya sering menitipkan Gus Dur pada seorang muslim yang berkebangsaan Jerman yaitu Willem Iskandar Beller yang tinggal di kawasan Menteng Jakarta, saat itulah Gus Dur mulai menyukai musik barat lalu sering bergaul dengan tokoh- tokoh nasionalis seperti Bung Hatta dan Tan Malaka.
Petualangan intelektual Gus Dur mulai berkembang pesat saat dia belajar di Yogyakarta, di sana Gus Dur tinggal bersama Kyai Junaedi, salah satu tokoh Muhammadiyah, seminggu tiga kali ia mengaji bersama KH. Ali Maksum Krapyak, selain itu beliau juga belajar di Tegalrejo Magelang di bawah asuhan KH. Khudhori.
Dibalik sosok yang cerdas, Gus Dur juga dikenal sebagai seorang yang dermawan dan tidak terlalu mementingkan harta, pernah dikisahkan saat menjabat sebagai ketua NU, Gus Dur sering kali memberi sebagian penghasilannya dari hasil seminar untuk kebutuhan masyarakat NU, seperti bantuan pengajian dan lain-lain. Sangat selaras dengan pendapat Socrates “Rezim terbaik adalah rezim yang dipimpin oleh seorang filsuf.” Gus Dur adalah sosok filsuf yang tidak memikirkan kepentingan dunia untuk dirinya sendiri melainkan untuk kebaikan bersama.
Gus Dur menjabat sebagai Presiden ketika potensi disintregasi berkembang pesat karena ketidakadilan rezim Orde Baru. Ia juga melihat otoritas rezim Soeharto menyimpan banyak konflik sosial dan politik, akan tetapi dalam proses memerintah, Gus Dur berhasil menghalau disintregasi bangsa, salah satunya dengan membaur pada golongan Tionghoa yang pada masa orde baru begitu dikucilkan dan menetapkan hari raya Imlek atau tahun baru China sebagai hari libur nasional. Langkah berani Gus Dur ini membuatnya mendapatkan julukan “Bapak Minoritas Bangsa”.
Gus Dur memang sering disebut dengan sosok Kyai Bangsa, itu tercermin pada pandangannya dalam melihat rakyat Indonesia seperti pandangan seorang kyai terhadap santrinya. Ia menganggap rakyat adalah sekelompok manusia yang harus ia bawa kejalan yang lebih baik dan sejahtera, dimana untuk menuju kesejahteraan membutuhkan persatuan, sebagaimana kehidupan dalam pesantren yang saling membaur dan tolong menolong walaupun mereka dari latar belakang yang berbeda.
Menurut Gus Dur pesantren mirip dengan kisah Mahabarata versi Jawa, Kyai adalah seorang Pandhawa dan Santri adalah Kurawa. Dalam Mahabarata versi jawa Pandhawa adalah seorang yang telah mencapai puncak keilimuan, sedangkan Kurawa adalah seorang yang sedang berproses menggapai puncak. Setiap hari Kyai selalu berperang dengan para santri bukan untuk memusnahkan, melainkan untuk membantu santri menuju puncak agar mereka kelak juga bisa menjadi seorang Pandhawa. Seperti itulah Gus Dur dalam memandang Rakyat Indonesia, Ia adalah sosok yang tidak mau berkompromi dengan para koruptor, orang- orang yang menindas Indonesia dan mereka yang merusak persatuan Indonesia. Namun Gus Dur memandang mereka bukan dengan pandangan kebencian, melainkan pandangan cinta dan kasih sayang, mereka adalah orang yang perlu dididik agar menjadi seorang Pandhawa. Gus Dur tidak membenci seseorang pada zat- Nya, melainkan pada sifatnya.
Selain itu, Gus Dur  juga dikenal dengan tokoh yang humoris dan berkarisma, sering kali hal-hal besar hanya ia tanggapi dengan ringan dan menyegarkan, salah satu yang pasti dikenal banyak kalangan adalah “gitu aja kok repot”. Ini bukan berarti beliau memandang segala permasalahan di negeri ini dengan tidak serius, melainkan beliau mengajari pada kita bahwa segala sesuatu harus dihadapi dengan kepala dingin dan akal yang bersih, agar permasalahan tersebut mendapatkan solusi yang tepat.

Penulis : Faris Balya
Editor   : Fuizahtun Khasanah




Comments

Popular posts from this blog

Menengok Kembali Sejarah Perkembangan Gawai Dari Abad 19 Sampai Sekarang

Sumber foto: https://www.ngerangkum.com Memasuki abad ke-20 kehidupan manusia mulai disibukkan dengan berbagai macam perubahan yang terjadi secara evolusioner. Perubahan-perubahan tersebut terlihat mencolok pada aspek teknologi. Berbagai pembaruan dan kecanggihan teknologi dihadirkan dalam kehidupan manusia. Perlahan namun pasti, hadirnya teknologi mengubah hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Era saat ini juga bisa disebut dengan era digital, era di mana  aktivitas manusia bergantung pada teknologi. Lalu bagaimana bisa aktivitas manusia bergantung pada teknologi? Bahkan bisa dikatakan manusia tidak bisa lepas dari hal tersebut. Simpel sekali, sebut saja yang paling dekat dengan kehidupan manusia setiap harinya, yaitu gawai. Gawai atau nama lain dari gadget yang kemudian karena kecanggihan dan kepintarannya kita biasa menyebutnya dengan smartphone . Dari waktu ke waktu gawai telah mengalami perkembangan teknologi yang cukup signifikan. Jika dulu gawai hanya sebatas pengguna

Mic UKM-U KSMW Diduga Disabotase Pasca Ungkap Keburukan Birokrasi

LPM REFERENCE— Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas (UKM-U) Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo (KSMW) terjun ke Gedung Serba Guna di Kampus 3 UIN Walisongo Semarang untuk melakukan expo UKM-U (11/08/2024). KSMW menampilkan orasi yang disampaikan oleh Kamil di hadapan mahasiswa baru angkatan 2024. Dalam orasinya, Kamil mengungkapkan fakta-fakta terkait kondisi birokrasi kampus yang dinilainya buruk. "Kalian adalah sapi-sapi perah penghasil UKT," ujar Kamil dalam orasinya. Namun, sesaat setelah pernyataan tersebut, microphone yang digunakan Kamil tiba-tiba mati. Meskipun demikian, Kamil tetap melanjutkan orasinya dan kembali menjelaskan mengenai UKM-U KSMW. Ketika Kamil menyebut istilah "UIN Komersil," microphone yang digunakan kembali mati. Kejadian ini memunculkan kecurigaan di kalangan peserta, terutama karena sebelumnya UKM-U Kopma yang juga menyampaikan presentasi tidak mengalami kendala teknis apapun. Bahkan, ketika KSMW mencoba menggunakan tiga microphone yang b

SISI MISTIS GOA KREO, DALAM PANDANGAN MBAH SUMAR

   LPM REFERENCE -  Goa kreo merupakan tempat wiasata unik yang berada di Gunungpati, Semarang. Bagaimana tidak, sepanjang goa dan sekitar waduk jatibarang banyak kera yang berkeliaran secara liar yang menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Dibalik keunikannya ternyata terselip berbagai sejarah mistis yang diyakini masyarakat. Tak terkecuali untuk mbah Sumar juru kunci tempat wisata tersebut, minggu (30/04) ketika kru Reference bertemu dengannya, ia menjelaskan bahwa goa kreo masih keramat dan sakral. Dulunya merupakan peninggalan Sunan Kalijaga, dimana saat Sunan Kalijaga mencari kayu jati untuk masjid agung Demak, kayu jatinya tersangkut disungai sebuah hutan. kemudian Sunan Kalijaga bersemedi dan meminta pertolongan pada Allah sehingga dikirimkan empat kera yang berwarna merah, kuning, putih dan hitam. keempat kera itulah membawakan kayu jati tersebut sampai ke Demak.  Menurut mbah Sumar keempat kera tersebut ghoib dan masing masing warna   tersebut mempunyai fi