Skip to main content

Mencari arti merdeka


Suatu hari di tengah desa yang amat ramai, hiduplah dua orang anak kecil yang bersahabat. Namanya adalah Ferdi dan Totok. Walaupun dari segi nama jauh berbeda, mereka tetap memiliki  banyak kemiripan. Uniknya tanggal lahir mereka itu sama persis. Mungkin karena sudah rencana Allah. Keduanya seperti anak kembar yang lahir dari ayah dan ibu yang berbeda.  Kalau soal wajah, memang jauh berbeda. Satunya warna kulitnya sawo matang dan bersih dan satunya adalah berwarna hitam tapi juga bersih. Oleh tetangganya, mereka di sebut anak kembar tapi beda. Orang tua mereka juga sudah terbiasa dengan persahabatan yang dijalin oleh anaknya tersebut. Kedua anak itu selalu bersama kemanapun pergi. Di sekolah mereka duduk satu bangku. Sepulang sekolah mereka  bermain bersama. Saat ini, kedua anak itu duduk di kelas 2 Sekolah Dasar (SD) Jujukin. Masa kecil adalah masa dimana persahabatan itu berjalan dengan natural. Berbeda sekali dengan orang dewasa, persahabatan ada  karena mempunyai kepentingan. Mungkin perlu juga orang dewasa untuk belajar persahabatan dengan meneliti anak-anak seperti Ferdi dan Yotok.

Suatu hari di sekolah, mereka mendapat pelajaran tentang sejarah. Guru yang mengajar adalah ibu Mimin. Ibu Mimin bertanya pada murid-murid, “hayoo siapa yang tahu kapan Indonesia merdeka?”. Mendengar pertanyaan itu, anak-anak saling berebut untuk menjawabnya. Doni seorang anak pedagang ikan di Pasar, dengan lantang menjawab “tanggal 1 syawal bu”. Temannya satu kelas menimpalinya dengan candaan. “hahaha itu bukan hari Indonesia merdeka, tapi harinya kita merdeka”. Sebagai anak-anak, tanggal 1 syawal atau lebaran adalah hari merdeka bagi mereka. Dimana mereka akan mendapat banyak sekali Tunjangan Hari Raya (THR) keluarganya. Sehingga, mungkin yang dikira Doni, merdeka adalah mendapat uang itu.  Susi yang merupakan anak dari seorang tentara menjawab “tanggal 17 Agustus bu”. Ibu guru dengan cekatan menjawabnya “iya tepat sekali Susi, siapa yang memberitahu kamu Susi?”. “Ayah saya dan kakek saya adalah tentara bu, jadi saya sering cerita tentang Indonesia” jawab Susi dengan lugu. Jadi anak-anak harus ingat yaa, Indonesia merdeka itu pada tanggal 17 Agustus tahun 1945”. Kemudian dengan rasa penasaran Ferdi bertanya pada bu Mimin “sebelum tanggal 17 Agustus 1945, kita berarti belum merdeka ya bu?”. Dengan tegas bu Mimin menjawab “iya jelas belum merdeka Ferdi, karena sebelum tanggal itu Indonesia itu masih dijajah oleh Belanda dan Jepang”. Totok yang merupakan satu paket dengan Ferdi mulai bertanya “dijajah itu apa ya bu?”. Karena bu Mimin adalah guru maka dengan yakin menjawab “dijajah itu kita diperbudak oleh negara yang menjajah kita. Saat kita dijajah Belanda, kita disuruh Belanda dan saat dijajah Jepang disuruh-suruh oleh Jepang”. Dengan agak heran Totok menambahi “ oo jadi dijajah itu sama dengan disuruh-suruh to, jadi kalau ibu guru menyuruh saya mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) berarti saya orang yang dijajah ya bu?”. Pertanyaan itu membuat ibu Mimin kebingungan dalam mejawabnya. Dengan cepat bu Mimin menjawabnya “kalau tugas PR itu bukan dijajah tok, tapi itu adalah tugas biar kamu semakin pintar”.  Ferdi menambahi pertanyaan pada Bu Mimin “Tapi kalau dengan tugas itu saya tidak semakin pintar bagaimana bu?”. “berarti kamu tidak serius dalam mengerjakan Ferdi”  jawab Bu Mimin dengan tangkas.  Kemudian Ferdi kambali bertanya pada bu Mimin. Tidak tahu mengapa mereka berdua sangat antusias dalam mengikuti pelajaran sejarah pada hari ini. Mungkin karena sejarah adalah pelajaran yang sangat menarik bagi mereka. “kalau merdeka itu apa ya bu?” penting juga mengetahui arti kata merdeka. Karena mungkin yang kita tahu merdeka itu adalah bebas. Lantas apa bedanya dengan binatang kalau arti merdeka adalah bebas. Bu Mimin menjawabnya dengan ringkas “merdeka itu kita telah bebas dari penjajahan”. Dengan susah payah hanya jawaban itu yang dapat diucapkan oleh bu Mimin menghadapi dua murid kembarnya yang tiba-tiba kritis pada hari itu. Prinsipnya adalah jangan sampai apabila ada pertanyaan tidak ada jawaban. Itu akan berakibat pada siswanya yang tidak akan mau bertanya lagi. Totok kembali bertanya “lalu apa arti sebenarnya merdeka dan bebas dari penjajahan”. “merdeka atau bebas dari penjajahan adalah kita sekarang ini sudah bebas untuk mengatur kehidupan kita sendiri tidak lagi diatur oleh bangsa lain”. Kringg kringg bel pulang sekolah telah berbunyi. Tidak seperti teman-temannya,  Totok dan Ferdi seolah kecewa dengan bunyinya bel untuk pulang. Mereka berdua merasa masih perlu bertanya banyak lagi. Agar mereka tahu apa merdeka itu. Namun karena waktu yang terbatas, mereka dengan berat bergegas merapikan alat tulis dan bersiap untuk pulang ke rumah.

Sepanjang perjalanan mereka berdua masing kebingungan dengan penjelasan ibu Mimin. Ferdi bertanya pada Totok “Tok apa kamu paham tadi yang dijelaskan bu Mimin?” “soal sejarah tadi?” sahut Totok. “iya soal pelajaran sejarah tadi” timpal Ferdi. “saya tidak paham hehe” jawab Totok dengan sedikit ketawa geli. “haha saya juga tidak paham, mungkin bu Mimin terlalu pintar sehingga jawaban bu Mimin tidak dapat kita pahami” tambah Ferdi. “iya miungkin Fer, tapi sudahlah. Habis ini kita ganti baju langsung main ya”. Jawab Totok. “mau main apa hari ini?” tanya Ferdi. “kita mancing di sungai aja Fer, kayaknya banyak ikan kemarin kang Duki dapat ikan banyak.” Oke siap Tok langsung nanti kita ke sana.

Malam harinya Ferdi seolah masih penasaran masih memikirkan apa itu merdeka dan apa itu bebas dari penjajah. Setelah mengejarkan PR yang tadi pagi diberi oleh ibu guru. Ferdi melamun di kamarnya, persisnya berada di tempatnya belajar. Ferdi berfikir dan berfikir dengan sesuai kapasitas umurnya. Sampai satu yang dia dapat ambil adalah merdeka adalah kita bisa bebas melakukan semuanya dengan sendiri, tanpa bisa kita disuruh-suruh oleh orang lain. Kemudian dia kembali berfikir lagi. Kenapa juga ayah saya bekerja di kantor dan kata ayah saya, ayah sering disuruh oleh bosnya. Dengan begitu berarti ayah belum merdeka. Kalau ayah saja tidak merdeka, maka saya sebagai anak juga tidak merdeka dengan itu. Saya juga tidak merdeka, karena saya bisa disuruh oleh ibu guru. Kemudian Ferdi berfikir bahwa ibu guru adalah merdeka.  Namun sejenak pemikiran Ferdi itu pudar karena dia pernah melihat ibu guru di suruh-suruh oleh kepala sekolah. Bararti yang sesungguhnya merdeka adalah kepala sekolah. Namun dari ayahnya juga dia tahu bahwa kepala sekolah adalah seorang yang ditugasi oleh departemen pendidikan. Seketika itu dia berfikir bahwa kepala sekolah juga tidak merdeka. Lantas siapa yang sesungguhnya merdeka di negeri ini? Kata bu Mimin kita sudah merdeka pada tanggal 17 agustus 1945? Tapi kok saya belum menemukan orang yang merdeka? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul dipikiran Ferdi malam itu. Hal itu membuat Ferdi tidak dapat tidur. Pada puncaknya dia berkesimpulan bahwa mungkin bu Mimin adalah salah, yang benar tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka, tapi dijajah lagi dengan nama kemerdekaan.

Pada keesokan harinya Ferdi kembali ke sekolah. Di sekolah Ferdi tetap saja memikirkan apa yang dia pikirkan tadi malam. Temannya Totok, bertanya pada Ferdi, yang pagi itu Ferdi terlihat sangat kebingungan dan lebih suka menyendiri sambil melamun. “Fer kenapa kamu kelihatan kebingungan begitu?”. “anu Tok saya masih bingung dengan penjelasan Bu Mimin kemarin tentang negara kita itu merdeka atau bebas dari penjajah” jawab Ferdi dengan cekatan. “ dalam hati saya masih bingung Tok, kata bu Mimin kita sudah merdeka, tapi kok ayah saya masih saja disuruh-suruh oleh bosnya di kantor? Apa itu artinya juga ayah saya belum merdeka ya Tok?” tanya Ferdi. “iya itu mungkin ayah kamu belum merdeka Fer, kalau ayah saya sudah merdeka Fer, tiap hari bapak saya pergi ke sawah dan pulang juga sesuka hatinya bapakku tanpa ada yang menyuruh-nyuruh” timpal Totok. “wah jadi ayah kamu merdeka Tok, enak ya udah merdeka” tambah Ferdi dengan perasaan iri. “biasa saja yang saya rasakan Fer, kalau bapak saya merdeka” jawab Totok. “lah kok bisa biasa saja Tok? Kan enak kalau sudah merdeka Tok?” tanya Ferdi. “kalaupun ayah saya sudah merdeka, tapi ya tetap saja ketika ayah saya menjual hasil pertanian ya harganya sesuai dengan yang diberikan oleh pengepul” jawab Totok. “berarti bapak kamu dijajah oleh pengepul hasil tani” sahut Ferdi. “haha iya juga ya Fer, jadi bapakku sebenarnya belum merdeka” jawab Totok dengan santai. Kringg kringg kringg bel masuk sekolah pun berbunyi dan Ferdi dan Totok bergegas untuk masuk ke dalam kelas.

Pagi itu mereka berdua belajar pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA). Jadi mereka tidak pusing-pusing lagi memikirkan tentang apa itu merdeka. Kendati demikian dalam hati mereka berdua masih dibuat kebingungan dengan apa arti sesungguhnya merdeka itu. Saat itu Bu Mimin yang mengajar mereka tentang IPA. Saat itu ada terbesit untuk bertanya tentang pelajaran kemarin oleh Ferdi. Namun karena memang bukan pelajarannya, Ferdi mengurungkan niatnya untuk bertanya soal sejarah itu. Dia harus bersabar untuk menunggu esok hari lagi. Karena pelajaran sejarah jadwalnya adalah besok. Selama pelajaran berlangsung, fokus Ferdi tepecah menjadi dua yaitu pelajaran sekarang yang sedang diajarkan oleh bu Mimin dan pelajaran kemaren sejarah yang juga diajarkan oleh bu Mimin. Karena Ferdi cukup pintar juga anaknya, sehingga walaupun sambil melamun tetap saja bisa paham apa yang diajarkan dan disampaikan oleh Bu Mimin pada siang itu. Pukul  11 tepat, bel sekolah berbunyi yang berarti tanda kelas 2 sudah dibolehkan untuk pulang. Dengan cepat Ferdi merapikan meja dan memasukkan alat tulisnya ke dalam tas. Setelah itu berdoa bersama dan pulang. Sesuai dengan dugaan Totok, sahabatnya Ferdi masih memikirkan pelajaran kemarin. Totok paham betul kalau sahabatnya itu adalah seorang pemikir seperti Aristoteles. Ferdi tipikal orang yang tidak cepat puas dengan jawaban sederhana. Hal itulah yang membuat dia sering insomnia karena memikirkan sesuatu yang masih mengganjal dipikiran. Pernah suatu malam Ferdi tidur tengah malam. Karena memikirkan uang seribu yang dibuatnya jajan hilang entah kemana. Dan usut punya usut uang itu dia sumbangkan untuk keperluan Palang Merah Remaja (PMR). Dia benar-benar lupa kalau pagi itu dia menyumbangkan uang jajannya seribu untuk itu. Ferdi sangatlah cocok kalau mejadi seorang  ilmuan. Karena sifatnya yang selalu ingin tahu secara tuntas dan beres. Karena rasa penasaran itu Ferdi pun menanyakan pada ayahnya tentang hakekat merdeka itu bagaimana.

“jadi begini nak, mereka itu ada dua macam, yaitu fisik atau yang dapat dilihat dan non fisik atau biasa juga disebut batin, yang tidak dapat dilihat. Tahu kan?


Bahwa merdeka dalam fisik itu negara kita dipimpin oleh pejabat yan berasal dari Indonesia sendiri. Sedangkan  belum merdeka secara batin adalah negara kita  dalam peraturan  atau Undang-Undang (UU) yang masih bisa dipengaruhi oleh bangsa asing. Setelah  mendapatkan apa yang Ferdi cari, kemudian Ferdi bisa tertidur dengan nyenyak malam itu, tidak seperti beberapa malam akhir-akhir  ini.


Penulis: Hawin
Editor: Indah Feni

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Fenomena Bahasa Campur-Campur ala “Anak Jaksel”

Gambar 1.1. Contoh meme yang membahas karakteristik “anak Jaksel”. Belakangan ini media sosial seperti Twitter dan Instagram ramai menyinggung fenomena tentang bentuk komunikasi yang terkenal kerap menyisipkan bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia. Cara bicara tersebut dianggap sebagai gaya bahasa anak-anak yang tinggal di Jakarta Selatan atau biasa disebut “a nak Jaksel ” . Kata yang umum dipakai antara lain adalah which is (yang), literally (secara harfiah), at least (minimal), even (bahkan), dan lain-lain. Gaya bahasa tersebut pun makin populer karena banyak selebrit as , pegiat Twitter, pegiat Instagram, dan pegiat Youtube atau video bloger juga menggunakan gaya bahasa tersebut dalam konten-konten yang mereka buat, sehingga makin marak diperbincangkan di kalangan warganet , yakni seseorang yang aktif mengakses internet, khususnya media sosial dalam kesehariannya. Mengutip tulisan tirto.id berjudul Gaya Bahasa ala “ A nak Jaksel” di Kalangan Pejabat

Kecewa UKT Mahal, MABA FISIP Gelar Unjuk Rasa di Depan WR 3

      http://www.lpmreference.com Hari terakhir PBAK (Pengenalan Budaya Akademik Kemahasiswaan) menjadi momentum Mahasiswa baru (Maba) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) untuk unjuk rasa terkait mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Realisasi Program Ma'had tepat di depan Wakil Rektor 3, Minggu 6 Agustus 2023. Aksi yang bertempat di depan Land Mark Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang tersebut di latar belakangi atas ketidakkepuasan MABA FISIP tentang UKT yang begitu mahal, UKT yang tidak tepat sasaran dan Realisasi Program Ma'had yang masih jauh dari kata memuaskan untuk para MABA. Massa Aksi membentangkan spanduk yang bertuliskan "Tolak Komersialisasi Pendidikan, Tolong Kami", "Regulasi Ma'had ugal-ugalan pelan-pelan pak Rektor". Aksi yang berlangsung pada pukul 17.20 WIB, secara kebetulan tepat berada di depan Wakil Rektor 3 yaitu  Achmad Arief Budiman dan disaksikan oleh nya secara langsung. "Mari kita kawal bersama adek-adek

Kampus UIN Walisongo disebut Anti Kritik, Begini Tanggapan Mahasiswa Baru Sosiologi 2023

      http://www.lpmreference.com Kampus UIN Walisongo Semarang disebut anti kritik, hal ini diungkapkan  mahasiswa baru Sosiologi angkatan 2023. Baru-baru ini, pada pelaksanaan hari pertama PBAK terpantau ada spanduk yang terpasang di sekitar gedung FISIP UIN Walisongo Semarang diturunkan oleh pihak kampus. Spanduk tersebut berisi kritik terhadap kebijakan kampus seperti isu UKT, isu ma'had, komersialisasi pendidikan dan sebagainya.  "Bahwa pihak kampus telah membatasi ruang kebebasan ekspresi untuk mahasiswa menyuarakan suaranya." Padahal kampus seharusnya menjadi tempat pendidikan yang merdeka bagi para Mahasiswa, " ungkap Kia Mahasiswa Baru Sosiologi 2023.  Menurut Kia, bahwa adanya sebuah kritik justru akan membuat kampus menjadi lebih baik. Bukan malah dibungkam seperti itu.  Sementara itu, Gibran, Mahasiswa baru Sosiologi 2023 mengatakan bahwa isu ma'had merupakan hal yang paling krusial dan patut kita kawal bersama-sama. Namun tidak pernah  mendapatkan pe