Skip to main content

Satu Lagi Artisnya Meninggal Karena Depresi, Inikah Gambaran Suram di balik Gemerlap Hiburan Korea Selatan?


Akhir Desember 2017 lalu media Korea Selatan (Korsel) digemparkan dengan berita bunuh dirinya Johngyun, salah satu personel Shinee yang cukup populer dikancah Internasional terutama wilayah Asia.

Selang satu bulan berita kematiannya, hiburan Korsel kembali berduka dengan kabar meninggalnya aktor Jeon Tae Soo yang dikabarkan meninggal dunia akibat depresi pada Minggu  21 Januari 2018. Jeon Tae Seo sendiri dikenal melalui peran antagonisnya dalam drama Sungkyukwan Scandal.

Meninggal dengan penyebab yang sama menandakan betapa kerasnya dunia hiburan Korea Selatan. Sebelum dua berita kematian tersebut, masih banyak kematian bintang dari Korea Selatan akibat bunuh diri karena depresi.

Bukan hanya depresi, bahkan pelecehan seksual menjadi hal yang umum dalam dunia hiburan Korea Selatan. Bahkan pada tahun 2009 salah satu aktris Jong Ja Yeon yang  pernah bermain dalam drama Boys Before Flowers tersebut meninggal bunuh diri dengan surat wasiat disampingnya yang menceritakan sisi gelap hiburan Korea Selatan.

 Berbagai media Korsel memberitakan bahwa sebelum meninggal Jong Jae Hyun dipaksa untuk melayani para pejabat dan politisi, tidak hanya itu Jae Hyun juga kerap ditekan dan dianiaya oleh pihak manajernya.

Di era saat ini siapa yang tidak kenal budaya K-Pop? Gemerlap dunia hiburan Korea Selatan atau yang dikenal dengan istilah Hallyu bukan hanya berkembang dan populer di Asia saja, bahkan Hallyu telah menjangkau bagian Barat dan Eropa. Terkenal melalui K-Pop dan K-Dramanya, Hiburan Korea Selatan ternyata menyimpan sisi gelap dibalik gemerlapnya dunia hallyu tersebut.

Sudah dikenal dalam berbagai media yang mengabarkan bahwa untuk menjadi bintang terkenal tidak bisa didapat dengan cara instans, para bintang tersebut diharuskan mengikuti audisi yang ketat dan trainee dengan perjanjian kontrak yang melelahkan. Sebelum debut menjadi bintang terkenal, mereka diharuskan menjalani trainee rata-rata selama 6-10 tahun.

Belum lagi perjanjian kontrak yang telah diatur secara ketat oleh pihak agensi, sebut saja seperti diet dan pola makan, jadwal yang telah diatur secara padat, istirahat yang kurang, operasi plastik sampai dengan hubungan pribadi diatur dan diawasi secara ketat oleh pihak agensi.

Seorang bintang harus terhindar dari rumor atau berita negatif meskipun itu kabar yang belum bisa dipastikan. Karena sekali saja mereka dikabarkan dengan berita miring maka popularitas mereka langsung redup dan mati begitu saja.

Bisa dikatakan para bintang Korea Selatan seakan hidup dibalik topeng, dimana dituntut tampil sempurna dihadapan publik. Mereka harus menjalani hidup dengan tuntutan agensi dan para fans, sehingga sulit bagi mereka untuk menunjukkan jati dirinya karena tuntutan tersebut.


Penulis : Arina Salsabilla

Editor : Luqman Sulistiyawan

Comments

Popular posts from this blog

Fenomena Bahasa Campur-Campur ala “Anak Jaksel”

Gambar 1.1. Contoh meme yang membahas karakteristik “anak Jaksel”. Belakangan ini media sosial seperti Twitter dan Instagram ramai menyinggung fenomena tentang bentuk komunikasi yang terkenal kerap menyisipkan bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia. Cara bicara tersebut dianggap sebagai gaya bahasa anak-anak yang tinggal di Jakarta Selatan atau biasa disebut “a nak Jaksel ” . Kata yang umum dipakai antara lain adalah which is (yang), literally (secara harfiah), at least (minimal), even (bahkan), dan lain-lain. Gaya bahasa tersebut pun makin populer karena banyak selebrit as , pegiat Twitter, pegiat Instagram, dan pegiat Youtube atau video bloger juga menggunakan gaya bahasa tersebut dalam konten-konten yang mereka buat, sehingga makin marak diperbincangkan di kalangan warganet , yakni seseorang yang aktif mengakses internet, khususnya media sosial dalam kesehariannya. Mengutip tulisan tirto.id berjudul Gaya Bahasa ala “ A nak Jaksel” di Kalangan Pejabat

Kecewa UKT Mahal, MABA FISIP Gelar Unjuk Rasa di Depan WR 3

      http://www.lpmreference.com Hari terakhir PBAK (Pengenalan Budaya Akademik Kemahasiswaan) menjadi momentum Mahasiswa baru (Maba) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) untuk unjuk rasa terkait mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Realisasi Program Ma'had tepat di depan Wakil Rektor 3, Minggu 6 Agustus 2023. Aksi yang bertempat di depan Land Mark Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang tersebut di latar belakangi atas ketidakkepuasan MABA FISIP tentang UKT yang begitu mahal, UKT yang tidak tepat sasaran dan Realisasi Program Ma'had yang masih jauh dari kata memuaskan untuk para MABA. Massa Aksi membentangkan spanduk yang bertuliskan "Tolak Komersialisasi Pendidikan, Tolong Kami", "Regulasi Ma'had ugal-ugalan pelan-pelan pak Rektor". Aksi yang berlangsung pada pukul 17.20 WIB, secara kebetulan tepat berada di depan Wakil Rektor 3 yaitu  Achmad Arief Budiman dan disaksikan oleh nya secara langsung. "Mari kita kawal bersama adek-adek

Kampus UIN Walisongo disebut Anti Kritik, Begini Tanggapan Mahasiswa Baru Sosiologi 2023

      http://www.lpmreference.com Kampus UIN Walisongo Semarang disebut anti kritik, hal ini diungkapkan  mahasiswa baru Sosiologi angkatan 2023. Baru-baru ini, pada pelaksanaan hari pertama PBAK terpantau ada spanduk yang terpasang di sekitar gedung FISIP UIN Walisongo Semarang diturunkan oleh pihak kampus. Spanduk tersebut berisi kritik terhadap kebijakan kampus seperti isu UKT, isu ma'had, komersialisasi pendidikan dan sebagainya.  "Bahwa pihak kampus telah membatasi ruang kebebasan ekspresi untuk mahasiswa menyuarakan suaranya." Padahal kampus seharusnya menjadi tempat pendidikan yang merdeka bagi para Mahasiswa, " ungkap Kia Mahasiswa Baru Sosiologi 2023.  Menurut Kia, bahwa adanya sebuah kritik justru akan membuat kampus menjadi lebih baik. Bukan malah dibungkam seperti itu.  Sementara itu, Gibran, Mahasiswa baru Sosiologi 2023 mengatakan bahwa isu ma'had merupakan hal yang paling krusial dan patut kita kawal bersama-sama. Namun tidak pernah  mendapatkan pe