Skip to main content

ISLAM BUKAN MOMOK MENAKUTKAN



Buku berjudul “Islamku  Islam Anda Islam Kita” adalah buku yang ditulis oleh KH. Abdurrahman Wahid atau biasa kita kenal dengan sebutan Gus Dur. Di mana dalam buku ini penulis ingin merefleksikan bahwa agama Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin.

Pemikiran Gus Dur pun oleh berbagai kalangan Islam dinilai terlalu liberal karena beliau menolak konsepsi atau gerakan yang berlandaskan agama sehingga menyebabkan seorang dengan mudahnya menyalahkan kelompok atau agama lain yang berbeda pemikiran. Judul buku ini diambil dari salah satu artikel yang ditulis Gus Dur.

Dalam artikel tersebut Gus Dur berpikiran bahwa Islam yang dianut dan dialaminya adalah Islam yang khas, yang diistilahkan dengan “Islamku”. Beliau berpendapat bahwa Islam yang dianut dan dialaminya tidak perlu dipaksakan kepada orang lain dan hanyalah sebagai sesuatu yang perlu diketahui oleh orang lain.

Sedangkan kata “Islam Anda“ adalah sikap menghargai atau apresiasi terhadap berbagai kepercayaan tradisionalisme yang berkembang dalam agama yang dilakukan oleh masyarakat tertentu. Gus Dur memandang hal tersebut sebagai sebuah  hal yang tumbuh dari sebuah keyakinan bukan pengalaman.
Untuk kata “ Islam Kita” Gus Dur mengalami sebuah kesulitan karena secara bentuk dan pemikiran “Islamku “ berbeda dengan “Islam Anda“. Tetapi secara pemahaman “Islam Kita” adalah kecenderungan seseorang atau kelompok untuk memaksakan kebenaran Islam menurut pendapat atau tafsiran mereka sendiri, menurut Gus Dur hal ini sangat bertentangan dengan semangat demokrasi.

Buku ini terdiri dari tujuh bab, pada bab keenam membahas Tentang Kekerasan dan Terorisme, Gus Dur mengkritisi bahwa terjadinya kekerasan yang mengatasnamakan agama Islam disebabkan karena pendangkalan pemahaman tentang Islam. para pelaku kekerasan tidak mengerti bahwa Islam tidak membenarkan tindakan kekerasan dan diskriminatif.  .

Dalam buku ini Gus Dur memberikan masukan bahwa umat Islam seharusnya dapat memahami sejarah panjang Islam, kaum muslimin tidak pernah melakukan kekerasan  atau terorisme untuk memaksakan kehendak orang lain.

Dengan cara melakukan reinterpretasi  lah umat Islam akan mampu memberikan respon yang memadai dan benar atas tantangan kekerasan dan terorisme yang mengatasnamakan agama Islam. Dengan demikian Islam adalah agama  yang mencintai kedamaian bukan agama yang menghalalkan kekerasan.

Buku yang diterbitkan oleh The Wahid Institute ini memiliki beberapa kelebihan salah satunya mampu mengupas secara tuntas beberapa permasalahan keagaman yang selama ini dianggap salah dan mendapat hujatan dari mayoritas umat Islam.

Dalam buku ini Gus Dur mampu menuangkan pemikirannya dari sudut pandang yang berbeda, di mana beliau membela kaum minoritas yang dihujat tanpa membedakan agama, keyakinan, dan etnis, karena bagi beliau perbedaan bukan alasan untuk saling menyalahkan.

Tetapi buku ini bukan tanpa kekurangan yaitu, ada beberapa artikel yang membahas tentang relevansi agama Islam dengan Nahdlatul Ulama (NU), tetapi kata  pengantar  buku ini justru dibuat oleh seorang tokoh Muhammadiyah. Sehingga bagi orang yang berpikiran pragmatis mengira bahwa Gus Dur mengkesampingkan beberapa cendikiawan NU, yang notabenya merupakan organisasi agama yang beliau ikuti.


Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, buku ini layak menjadi referensi atau sumber pengetahuan yang mengantarkan umat muslim pada Islam yang penuh kedamaian, apalagi pada era sekarang, di mana banyak kelompok radikal yang mengatasnamakan Islam sebagai basis gerakan mereka. Sehingga dunia bisa memandang Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin bukan momok yang menakutkan. (Luqman)

Comments

Popular posts from this blog

Fenomena Bahasa Campur-Campur ala “Anak Jaksel”

Gambar 1.1. Contoh meme yang membahas karakteristik “anak Jaksel”. Belakangan ini media sosial seperti Twitter dan Instagram ramai menyinggung fenomena tentang bentuk komunikasi yang terkenal kerap menyisipkan bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia. Cara bicara tersebut dianggap sebagai gaya bahasa anak-anak yang tinggal di Jakarta Selatan atau biasa disebut “a nak Jaksel ” . Kata yang umum dipakai antara lain adalah which is (yang), literally (secara harfiah), at least (minimal), even (bahkan), dan lain-lain. Gaya bahasa tersebut pun makin populer karena banyak selebrit as , pegiat Twitter, pegiat Instagram, dan pegiat Youtube atau video bloger juga menggunakan gaya bahasa tersebut dalam konten-konten yang mereka buat, sehingga makin marak diperbincangkan di kalangan warganet , yakni seseorang yang aktif mengakses internet, khususnya media sosial dalam kesehariannya. Mengutip tulisan tirto.id berjudul Gaya Bahasa ala “ A nak Jaksel” di Kalangan Pejabat

Kecewa UKT Mahal, MABA FISIP Gelar Unjuk Rasa di Depan WR 3

      http://www.lpmreference.com Hari terakhir PBAK (Pengenalan Budaya Akademik Kemahasiswaan) menjadi momentum Mahasiswa baru (Maba) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) untuk unjuk rasa terkait mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Realisasi Program Ma'had tepat di depan Wakil Rektor 3, Minggu 6 Agustus 2023. Aksi yang bertempat di depan Land Mark Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang tersebut di latar belakangi atas ketidakkepuasan MABA FISIP tentang UKT yang begitu mahal, UKT yang tidak tepat sasaran dan Realisasi Program Ma'had yang masih jauh dari kata memuaskan untuk para MABA. Massa Aksi membentangkan spanduk yang bertuliskan "Tolak Komersialisasi Pendidikan, Tolong Kami", "Regulasi Ma'had ugal-ugalan pelan-pelan pak Rektor". Aksi yang berlangsung pada pukul 17.20 WIB, secara kebetulan tepat berada di depan Wakil Rektor 3 yaitu  Achmad Arief Budiman dan disaksikan oleh nya secara langsung. "Mari kita kawal bersama adek-adek

Kampus UIN Walisongo disebut Anti Kritik, Begini Tanggapan Mahasiswa Baru Sosiologi 2023

      http://www.lpmreference.com Kampus UIN Walisongo Semarang disebut anti kritik, hal ini diungkapkan  mahasiswa baru Sosiologi angkatan 2023. Baru-baru ini, pada pelaksanaan hari pertama PBAK terpantau ada spanduk yang terpasang di sekitar gedung FISIP UIN Walisongo Semarang diturunkan oleh pihak kampus. Spanduk tersebut berisi kritik terhadap kebijakan kampus seperti isu UKT, isu ma'had, komersialisasi pendidikan dan sebagainya.  "Bahwa pihak kampus telah membatasi ruang kebebasan ekspresi untuk mahasiswa menyuarakan suaranya." Padahal kampus seharusnya menjadi tempat pendidikan yang merdeka bagi para Mahasiswa, " ungkap Kia Mahasiswa Baru Sosiologi 2023.  Menurut Kia, bahwa adanya sebuah kritik justru akan membuat kampus menjadi lebih baik. Bukan malah dibungkam seperti itu.  Sementara itu, Gibran, Mahasiswa baru Sosiologi 2023 mengatakan bahwa isu ma'had merupakan hal yang paling krusial dan patut kita kawal bersama-sama. Namun tidak pernah  mendapatkan pe